"Tar, aku baru aja dapat arisan. Aku bawa ke sini, soalnya kalau aku sendiri yang masak nggak habis sebulan malah jadi nggak enak nasinya," ucap Sunar tatkala sampai di rumah Tar dengan membawa setengah karung beras.
Tar hanya terdiam melihat kelakuan kakaknya itu.
"Nanti kalau aku butuh, aku kan tinggal nggiling gabahmu, ya."
"Terserah kamu, lah, Mbak."
Di hari berikutnya Sunar datang lagi dengan dua kantong kresek berisi beras. Diletakkannya kantong itu samping beras yang sebelumnya dia bawa. Sunar pergi tanpa mengatakan apapun.
"Ini beras apa, Bu?" tanya Suami Tar.
"Ooh, Mbak Sunar yang bawa. Ada yang ngasih setahuku," jawab Tar yang tengah terbaring sakit. "Kamu lagi ngapain, Pak?" tanya Tar pada suaminya.
"Aku campurkan saja dua kantong ini, toh Mbakyumu itu makan tiap hari di sini."
Hari-hari yang damai dan sepi sesekali terdengar suara omelan Sunar setiap kali masuk rumah Tar.
"Oalah, Tar. Kalau beras ndak suamimu campur, aku masih punya beras."
"Beras juga kita makan bareng, Â Mbak. Ndak perlu diributkan."
"Nggak bisa, kapan aku makan di sini?"
"Lho, bukannya tadi pagi aja Mbak yang habiskan lauk?" Sunar kemudian pergi meninggalkan rumah Tar dengan perasaan marah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H