Mohon tunggu...
Umiyamuh
Umiyamuh Mohon Tunggu... Novelis - Seorang Penulis

Bukan orang penting, hanya seseorang yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bakso Pedas

21 Juni 2023   22:40 Diperbarui: 21 Juni 2023   22:45 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Assalamualaikum, Mba Umi," ucap salah seorang dari dua remaja yang datang.

"Wa'alaikumsalam," Umi yang tengah menuruti anak tangga di depan rumahnya itu menjawab.

"MBA, aku disuruh nganterin ini." Gadis itu menyodorkan kantong kresek. 

"Terima kasih,"

Umi langsung memasuki rumahnya dengan perasaan hati yang gembira. Itu adalah sekantong penuh makanan.

"Siapa, Mi?"

"Uyun, Ma. Ngantar makanan dari tempat hajatan. Ada bakso 2 bungkus."

"Mama mau minya saja. Biar nanti barengan sama bapak."

Umi kemudian memakan satu bungkus bakso miliknya. "Baksonya pedas, Ma. Biar nanti kalau aku kondangan aku minta yang nggak pedas buat Mama," ujar Umi yang kemudian membereskan bekas makannya. Ibunya hanya diam.

Selang beberapa lama, sang Kakak datang. Dibawanya sebungkus bakso, dengan mi dan sayurnya.

"Kenapa baksonya hitam?"

Sang Kakak menaikkan kantong plastik yang di pegangnya. "Kebanyakan kecap mungkin," jawabnya kemudian.

"Mama mau mi baksonya," Umi memberi informasi kepada sang Kakak.

Lalu sang Kakak menuangkan bakso itu ke dalam mangkuk. "Nggak pedas, Ma," ucap sang Kakak setelah yakin mencicipinya. 

Ibu mereka yang terbaring di tempat tidur karena lumpuh itupun mencicipinya. Tidak pedas menurut sang Kakak ternyata pedas menurut Ibu. Tidak lama setelahnya, Ibu mual-mual seperti ingin muntah.

"Mama nggak makan?" tanya Umi setelah sebelumnya dipanggil oleh sang Ibu untuk mengganti celananya. 

"Nggak mau. Mual," jawab Ibu singkat.

"Mau aku buatkan sayur bening? "

"Nggak perlu."

Setelah selesai Umi keluar dari kamar. Samar-samar terdengar Ibu menangis dengan sesekali bersuara seperti muntah. 

Umi dan sang Kakak saling tatap. Seolah tatapan itu mempunyai makna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun