Ibu saya dikit-dikit panggil tukang kalau ada kerusakan di rumah, padahal cuma kerusakan kecil. Kunci pintu yang macet atau engselnya yang seret, sehingga kriat-kriet kalau pintu dibuka dan ditutup.
Atau ada lampu mati yang perlu diganti, lansung saja panggil tukang service lampu. Disuruh membeli bohlam dan sekalian memasangnya. Setelika, pun begitu, tiba-tiba lampunya mati dan setelikanya kok gak panas? Dan masih banyak yang lain.
Maklum, ibu saya janda dan bekerja, selain tidak ada waktu , pun tidak ada pengetahuan dasar tentang itu. Kawatirnya malah berisiko memperparah kerusakan.
Tapi itu dulu.
Setelah saya menikah dan kami masih tinggal di rumah ibu, suami saya kebetulan setelah lulus, pernah magang di proyek perumahan, mengawasi pekerjaan para tukang, kesempatan untuk belajar sesuatu katanya. Dan pengalaman itu sangat bermanfaat dan bisa dimanfaatkan di rumah mertua.
Uang lelah dari kerja amatiran itu Ia belikan perkakas seperti obeng, palu, tang, kunci pas dan tak lupa isolasi listrik, dan banyak lagi yang saya tidak tahu namanya.
Maka, ketika ada kerusakan kecil di rumah kami, suami akan memeriksa dulu, sekiranya bisa diperbaiki sendiri, tidak perlu memanggil tukang. Dan ternyata beres. Ibu saya tidak perlu merogoh kocek membayar jasa tukang lagi.
Kecuali perbaikan rumah/atap yang kompleks dan instalasi listrik besar, yang membutuhkan keahlian khusus barulah kami memanggil tukang profesional.
Jasa tukang profesional juga, kami biasanya minta rekomendasi dari teman dan saudara yang sudah pernah menggunakan jasa tukang.
Saat itu belum ada aplikasi seperti sekarang, apapun jasa yang kita butuhkan tinggal googling.Pun hidup di daerah berbeda dengan di kota besar.Â
Tetapi ada sisi positifnya memakai jasa tukang lokal, selain menjadi sarana berbagi rezeki, juga terhindar dari penggelembungan harga bahan maupun biaya perbaikan.
Karena bagi tukang itu sendiri, jika hasil kerjanya memuaskan dan ongkosnya tidak kemahalan tentu ada kemungkinan suatu saat akan dinggil lagi kalau dibutuhkan.
---
Sekarang kami pindah ke Batu, dan rumah yang kami tempati adalah rumah bekas, bukan membangun sendiri dari awal.
Sejak setahun lalu, mulai tampak kerusakan di dinding. Ada yang retak dan ada yang rontok plesterannya, seperti ini.
Bukan hanya satu, masih ada dua tempat lagi, di dapur dan di kamar mandi. Kami sudah berencana menambalnya.
Kompasianer, jika anda mengalami hal yang serupa, do'i berbagi sedikit bagaimana memplester/menambal dinding yang rontok.
Sebelum itu kita musti tahu dulu apa sebabnya dinding rontok?
Mungkin karena kualitas bahan plesteran yang kurang bagus.Artinya, pak tukang dulu mungkin banyak menggunakan pasir yang mengandung tanah/lumpur dalam adukan plesterannya demi mengirit semen.
Sehingga plesteran tidak menyatu dengan dinding karena kurangnya volume air mani dalam adukan semen.Â
Coba ketuk dinding menggunakan jari tangan, jika timbul suara kopong, itu berarti plesteran tersebut tidak menyatu dengan dinding.
Langkah perbaikannya sebagai berikut;
1. Kupas seluruh plesteran yang kopong dengan alat pahat beton.
2. Bersihkan dinding yang sudah mengelupas sampai bersih.
3. Siapkan adukan semen dan pasir dengan ukuran standar 1 :5 .
4. Plester kan dengan merata dan tunggu sampai benar-benar kering.
5. Terakhir, jika sudah kering lakukan acian pada dinding tersebutÂ
SELESAI.Â
Beres kan? Gak perlu dikit-dikit panggil tukang, kalau masih bisa diperbaiki sendiri.
Selain lebih hemat juga lebih merasa puas karena ilmu yang pernah dipelajari sangat bermanfaat. Baik untuk keluarga sendiri maupun jika ada tetangga yang mendesak perlu bantuan kita.
Di era teknologi jaman ini, sebenarnya kita juga bisa mencari tutorial di YouTube.Beragam ilmu dibagikan di sana. Terlebih untuk kerusakan kecil di rumah. Meski andai pun kita punya uang untuk membayar tukang service, kalau mau dan menyempatkan sedikit waktu, menambah ilmu tidak ada ruginya kan?
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H