Kompasiana melempar Topik Pilihan Jelajah Bubur Nusantara. Spontan melempar ku pada kenangan tentang Bubur Suro atau jenang suro kata orang Jawa.
Bubur suro amat sangat kusukai, karena rasa gurih dan aneka topping dari beragam lauk. Utamanya karena kare ayam nya. Dan ada kenangan masa kecil yang tak terlupakan pada momen tersaji nya bubur suro.
Karena bubur suro ini berbeda dengan bubur ayam kebanyakan yang bisa kita jumpai setiap hari.
Bubur suro terbuat dari beras yang dimasak dengan aneka rempah tradisional seperti santan, serai, daun salam dan daun jeruk purut.Â
Topping biasanya terdiri dari ayam bumbu kare atau opor, perkedel kentang yang dibuat bulatan kecil, sambal goreng tempe kering, kacang tanah, dan telur dadar tipis lalu digulung, dipotong -potong. Dan disiram kuah kare ayamnya yang kental. Itulah yang membuat bubur suro lebih gurih dibanding bubur biasanya.
Dalam sejarahnya bubur suro adalah tradisi masyarakat Jawa dalam rangka merayakan Tahun Baru Islam yang bertepatan pada tanggal 1 Muharram dan sekaligus tanggal 1 suro dalam kalender Jawa, membuat bubur ini. Maka kemudian bubur jenis ini melekat dengan sebutan bubur suro atau jenang suro.
Dulu bisanya nenek, yang saya panggil Mbah Uti, membuat bubur suro lalu dihantarkan ke tetangga terdekat masing-masing satu piring, contohnya seperti  foto ini.
Acara menyambut Tahun Baru Islam juga dilaksanakan di surau, bubur suro disajikan dalam wadah kecil ukuran satu porsi untuk masing-masing jamaah yang hadir.
Maknanya, sebagai lambang rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkah dan rezeki yang diperoleh.