"Lu kangen, ya?"
"Dih, amit-amit dah, kangen sama elu!" Aku menunduk, pura-pura melanjutkan permainan yang tadi sempat terhenti.
Kami berdua terdiam. Bulan perlahan menghilang ke balik awan. Beberapa ekor kelelawar mencicit dan menyambar-nyambar di sekitar pohon jambu yang ada di depan sebuah rumah, sepuluh meter dari tempat kami duduk.
Udara semakin dingin. Jam di pergelangan tangan menunjukkan pukul 02.00 WIB. Remon dan Put ra tak ada tanda-tanda akan kembali. Jangan-jangan mereka langsung pulang dan meninggalkanku sendirian di pos?
"Kan ada gue, Mar. Elo nggak bakal sendirian, gue temenin mabar deh," bisik gadis cantik yang duduk di sampingku.
Aku merinding. Kok sepertinya Nana bisa membaca isi hatiku ya? Ah, paling cuma kebetulan saja. Nana kan tahu di mana ada aku, selalu ada Remon dan Putra.
Aku menoleh ke arah Nana, dan menggeser tubuhku agak menyerong, agar bisa ngobrol lebih leluasa dan tak terkesan mengabaikan kehadirannya.
"Lu nggak bawa HP?"
"Kagak. Hape gue rusak. Kemarinan gue kecelakaan."
"Seriusan, lu?"
"Serius. Nih jidat gue aja masih diperban."