Sebenarnya, aku sudah beberapa kali mendengar kisah-kisah misteri yang terjadi di hotel M. Tentu saja itu hanya isapan jempol yang didongengkan untuk menakuti anak-anak nakal agar tertidur lebih cepat. Aku tak akan mempercayai apapun yang menyangkut hal-hal mistis. Mana ada hantu di belantara beton seperti Jakarta?
Tapi, itu sebelum aku menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri. Suatu malam, aku disibukkan dengan tugas mata kuliah marketing comunication yang harus dipresentasikan saat google meet besok pagi. Masih ada lima slide yang harus aku selesaikan saat jam tua di ruang tamu ibu kost berbunyi dua belas kali..
Mata terasa berat dan perut pun mulai mengeluarkan bunyi-bunyian. Sepertinya aku perlu secangkir kopi, sebatang rokok, dan sedikit cemilan agar tugas segera selesai. Atau, besok aku akan kena semprot dosen dan dipermalukan secara online
Kabar buruknya, persediaan kopi terakhir sudah aku seduh tadi. Kulkas kosong, tak ada mie instant dan uang di dompet pun tinggal selember Pattimura menghunus golok yang kujadikan penunggu dompet. Sebuah lambang perjuangan!
Aku bergegas menyambar jaket dan kunci motor yang tergeletak di samping laptop. Hmm, jalan kaki tentu lebih baik! Sekalian olah raga, kan?
Bergegas, aku berjalan menyusuri gang di sepanjang dinding yang memagari hotel M. Jalan yang kalau siang penuh orang lalu lalang dan anak kecil berkejaran itu pun terasa lengang, cenderung menakutkan. Cerita-cerita hantu pun kembali terngiang di benakku. Ah, takhayul! Aku pun mempercepat langkah hingga mencapai jalan raya di mulut gang.
Beberapa menit kemudian aku sudah sampai ke depan hotel M. Dari balik pagar bercat tembaga yang mulai kusam, aku melihat dua bilik ATM dengan antena parabola di atasnya. Beberapa petugas berseragam hitam terlihat berjalan di halaman hotel.
Tanpa ragu, aku melewati gerbang yang terbuka, di samping pos security. Seorang lelaki kekar berseragam hitam yang duduk di pos memandangku dengan tatapan hampa saat kuucapkan salam. Aneh! Biasanya Satpam selalu ramah. Mungkin dia lelah!
Aku pun berjalan melintasi halaman, melewati tiang bendera yang menjulang angkuh dengan kepak Sang Saka yang berkibar diterpa angin malam. Tiba-tiba sinar bulan di atas kepalaku meredup, dan angin terasa berdesir menguarkan aura yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.
Aku menarik resleting jaket hingga ke leher dan bergegas memasuki bilik kecil berpendingin saat mataku menangkap sosok seorang gadis cantik bergaun merah yang menoleh dan tersenyum ke arahku.