Mohon tunggu...
Umi Sakdiyah Sodwijo
Umi Sakdiyah Sodwijo Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Pengelana kata yang riang gembira

Pengelana kata yang riang gembira

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anak Ayam Tumbal Pesugihan

12 Oktober 2020   09:44 Diperbarui: 12 Oktober 2020   09:51 1826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkapan layar dari tayangan YouTube

Parto kaget dan melempatkan pisau dan melepaskan anak ayam dari tangannya. Surip pun tak kalah kaget dan ikut melepaskan pegangannya.

Sontak Parto berlari terbirit-birit keluar dari rumah Mbah Kuncen. Tanpa menoleh ke belakang lagi, ia berlari kencang ke arah mereka datang tadi.

"Ana apa, To?" Surip kaget dan ikut berlari mengejar Parto. 

"Darun, Rip! Darun!"

"Darun kenangapa?" Surip berteriak kebingunan karena Parto menyebut-nyebut nama anak pertamanya yang masih kecil.

"Ayo bali wae!" Teriak Parto mempercepat langkah untuk pulang.

Akhirnya dua lelaki itu pun bergegas pulang. Waktu itu belum ada angkutan sehingga memerlukan waktu dua hari agar dua laki-laki itu bisa kembali ke desanya. Sesampainya di rumah, Parto disambut tangisan keluarganya. Keluarga besar dan seluruh penduduk kampungnya berkumpul di rumah.

Dilihatnya sang istri dan ibu-ibu di kampungnya sedang menangisi Darun yang tubuhnya berkelojotan di amben beralaskan kasur kapuk di kamar. Para tetua yang lain sibuk membacakan Surat Yasin. Ini adalah hari ketiga mereka mengaji untuk Darun yang tiba-tiba sakit keras dan nyaris meregang nyawa.

"Darun!" Pekikan Parto mengagetkan kerumunan keluarga besarnya, mereka menoleh ke asal suara. Laki-laki itu langsung menghambur ke arah tubuh kecil Darun, memeluk dan mengusap kepalanya.

"Kiye mesti kelakuane deke, To!" Suara serak berkopiah hitam di kursi dekat Warsih duduk yang sedari tadi khusyuk membaca Surat Yasin menyentak keheningan. Mertua Parto yakin kalau sakitnya Darun ada hubungannya dengan kepergian mendadak Parto dan Surip yang menurut desas-desus sedang mencari pesugihan ke daerah kidul.

"Enggih, Pak, kulo engkang lepat," bisik Parto lirih. Ia membenamkan wajahnya semakin dalam ke kepala Darun. Gurat penyesalan dan ketakutan menghiasi wajah lelahnya. Tak terasa bulir bening mengalir bercampur dengan keringat yang membasahi rambut anak berkulit legam di pelukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun