Mohon tunggu...
Umi NurBaity
Umi NurBaity Mohon Tunggu... Penulis - Penulis serabutan

Man jadda wa jadda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menikmati Kesendirian

26 Oktober 2020   20:42 Diperbarui: 26 Oktober 2020   20:55 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: freepik.com 


Di era modern sekarang ini, segala kebutuhan manusia dapat dicukupi hanya dalam satu "klik" saja. Bisa kita lihat mulai dari kebutuhan belanja, makan, transportasi, belajar, dan jodoh juga lho. Lha kok bisa sih bukannya jodoh itu dari Allah ya? Iya, perlu kita tahu jodoh pun bisa ditemui di aplikasi juga lho misalnya instagram, whatsapp, tantan, dan lain-lain. 

Kemungkinan besar jodoh juga bisa datang dari sana lho. Kita bisa berkenalan dengan banyak orang, menjalin hubungan yang akrab, hingga tumbuh benih-benih asmara di antara keduanya. Syukur kalau memang takdir dari Allah bisa disatukan dengan ikatan pernikahan, siapa yang tahu iya kan? Apabila yang terjadi malah sebaliknya, tentu Allah masih punya jalan lain yang lebih baik dari itu. Yang terbaik menurut kita belum tentu baik menurut Allah.

Terhalang Ragu

Keraguan pasti selalu ada dalam setiap mengambil keputusan apalagi menyoal pasangan hidup. Nah, dari sinilah awal mula kecenderungan suasana hati dan pikiran berkecamuk tidak karuan, ada rasa kesal, binggung, dan sejenisnya. 

Sebagai orang tua sudah tentulah mereka mengharapkan yang terbaik bagi anaknya. Tanpa doa dan restu dari mereka mungkin kita tidak akan seperti sekarang ini. Untuk masalah memilih pasangan pun terkadang orang tua juga harus berperan di dalamnya. 

Sebagian besar orang tua khawatir jika anaknya nanti salah pilih pasangan apalagi, hanya berkenalan via sosmed. Inilah yang membuat rasa ragu anak semakin menjadi jadi. Keraguan ini bisa menimbulkan ketakutan dalam dirinya bahkan, bisa saja pilihan yang diambil nantinya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan sebelumnya.

Keraguan itu bisa datang dari pengaruh godaan dan bisikan setan. Mereka tak segan-segan mengeluarkan jurus jitu agar kita gagal dalam berbuat kebaikan. Alhasil mereka mendorong kekuatan rasa keraguan yang membuat kita bisa gagal sebelum melangkah. Nah, agar kita terhindar dari godaan mereka, kita perlu membangun benteng iman agar aman dari godaan terutama bagi yang masih sendirian. 

Wajib hukumnya bagi kita untuk mengisi kesendirian dengan amalan hati. Kita bisa membangun benteng iman dengan berzikir dan meminta jalan terbaik kepada Allah lewat doa terutama amalan sunnah. Kita bisa lakukan puasa sunnah senin dan kamis, sholat tahajud, tadarus Al-Qur'an, mengikuti kajian, dan mencari konselor yang tepercaya. Dengan begitu keraguan dan kebimbangan yang kita miliki akan sirna dengan sendirinya.

Menuju Perbaikan

Kita bukan nabi yang terjaga dari salah dan dosa bahkan, setiap hari kita pasti berbuat dosa. Kita sendiri saja kesusahan menghitung betapa banyaknya dosa dibanding dengan amalan kebaikan yang masih kecil. Sadarkah kita selama ini bahwa hidup kita ini hanya sementara? Tapi mengapa kita malah disibukkan mengurusi si doi yang belum tentu menjadi milik kita seutuhnya? 

Masih ingatkah dengan perkataan dari Imam Syafii berikut "betapa banyak manusia yang lalai dengan dunia padahal kain kain kafannya sedang ditenun." Dari sini kita seharusnya sadar bahwa tak selalu dunia yang kita kejar, masih ada alam akhirat yang menanti kita di sana. 

Kita tidak akan pernah tahu seberapa lama tinggal di dunia pepatah jawa berkata "urip ing donya kuwi mung mampir ngombe (hidup di dunia itu hanya mampir minum)." Lebih baik kita nikmati masa jomblo ini sampai benar-benar serius melamar kita nanti. Jangan malu apabila dicaci "nggak laku," bisa jadi dengan kesabaran itu kita menjadi orang yang lebih kuat. Ingat ya mereka ibarat amplas yang menghaluskan permukaan saja, saat mereka habis kitalah yang mengkilap.  

Bermodal Nekat

Di era milenial ini seolah-olah menikah menjadi trend yang diikuti banyak orang bahkan remaja di bawah umur. Mereka nekat menikah yang penting sama "orang tajir". Mereka menganggap jika mereka nikah dengan orang tajir melintir itu mendatangkan kebahagiaan tersediri, padahal justru akan menyengsaran diri sendiri. 

Hal ini sering terjadi di masyarakat bahkan, anak remaja di bawah umur sebagian besar ada yang dipaksa menikah dengan orang tajir agar hidupnya terjamin. 

Kehidupan berumah tangga itu tidak seperti apa yang kita bayangkan sebelumnya apalagi, dilakukan anak remaja di bawah umur. Hal ini berdampak pada kerugian dirinya sendiri, cita-cita, dan masa depannya nanti. Kita bisa lihat kasus KDRT, pembunuhan dengan motif cemburu, penganiayaan, tindak asusila, bahkan sampai protitusi. 

Ini semua berawal dari jalan yang salah maka, tujuannya pun tempat-tempat yang salah. Tak heran jika harta menjadikan manusia gelap mata karena salah arah dan tujuan. Mereka merasa dunia adalah segalanya dan berusaha bagaimana pun caranya agar bisa mendapatkannya.  

Lain halnya dengan orang-orang yang beruntung dapat mengendalikan diri. Mereka rela menahan diri dari larangan demi kesucian diri. Tak heran jika pasangan yang mereka dapat adalah orang-orang pilihan yang terbaik untuk diri mereka. Jadilah seperti bunga mawar yang keharuman dan kecantikannya terlindungi oleh duri. Hiduplah dalam prinsip kensendirian dalam ketakwaan menuju kesempurnaan penghambaan.

Salam satu pena

Gembul Can

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun