"Kita sebenarnya masih saling menyayangi sampai sekarang. Tapi ibu bersikeras kalau Aa bukan jodohku. Padahal kita udah berusaha meyakinkan ibu. Tapi tetap tidak berhasil. Hingga sekarang.. ibu terus meminta aku segera menikah. Aku juga ingin cepet nikah, tapi sama siapa dong..!" Teman dekatku menangis sesenggukan setelah menerima telepon dari ibunya.Â
"Dulu.. keluarga Aa dan ibu sudah sepakat, setuju kita menikah. Tapi kemudian ada masalah, ibu tidak terima dengan perlakuan keluarga Aa. Ibu merasa direndahkan.Hingga sekarang. Aku merantau ke Jakarta. Berharap melupakan semua kenangan masa lalu itu. Tapi sulit." Kembali menangis membuat hatiku sedih. Iba melihat kondisi sahabatku, aku hanya bisa memeluknya dan mengatakan biarlah waktu yang akan menyembuhkan luka hati, jika telah tiba masanya. Semua akan indah pada waktunya.
Beberapa tahun kemudian, aku mendengar kabar teman baikku ini telah menikah dengan seorang supervisor sebuah retail ternama. Alhamdulillah..semoga dia bahagia dengan kehidupan barunya.
*
" Kapan libur?" Tanya Fandy saat menjemput ku pulang kerja.Â
Aku menarik nafas. Selalu ini yang dia tanyakan. Selanjutnya pasti, kapan mau ke rumah? Berkenalan dengan ibu? Ah.. aku bosan mendengarnya.
" Pekerjaan ku berbeda. Di saat week end justru aku tidak bisa libur. Maaf.." Akhirnya aku mengatakan itu. Lagi.
Aku ingin sekali mengatakan aku tidak bisa melanjutkan ini. Ada banyak hal yang ingin aku raih. Ada impian yang terus berputar dikepalaku. Dan aku yakin kamu tidak akan memahaminya. Entah sampai kapan ini akan berakhir.Â
Fandy terlalu baik. Tidak pernah mengeluh. Selalu ada setiap aku butuh. Selalu bersabar. Tidak menuntut banyak dariku. Ah.. aku begitu egois.
" Baiklah kalau begitu. Meski bukan week end, kapan pun kamu siap. Aku akan menunggu".Â
Fandy mengecup keningku sekilas. Kemudian berlalu pergi meninggalkan aku yang hanya bisa membalas dengan anggukan lemah.
*
"Cie..ciee..yang mau menikah?"
"Jadi kapan nih undangan nya?"
"Wah..habis ini gak bisa godain kita-kita lagi dong!"
" Iyalah.. sudah ada yang punya!"
Andra hanya tersenyum mendengar kata-kata rekan kantor nya. Berita kedatangan calon istrinya sudah tersebar. Andra yang usianya telah melewati angka 3 sudah sangat mendambakan kehadiran seorang istri. Selama ini hubungan jarak jauh yang telah dibinanya tidak mengalami masalah yang berarti. Dua keluarga sudah setuju.Lamaran sudah dilakukan. Tinggal menunggu kedatangan calon istrinya dan hari H akan segera ditetapkan. Tentu saja Andra sangat bahagia.Â
" Semoga lancar sampai hari H ya Ndra..;" ucapku tulus. Andra mengajukan cuti seminggu untuk menyambut kedatangan calon istrinya, sekaligus mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan.Â
" Aamiin.. terimakasih mb". Jawab Andra.
Tak disangka, beberapa hari kemudian..terdengar kabar kalau rencana pernikahan nya dibatalkan.
Andra sudah masuk kantor. Wajahnya yang murung membuat kami, rekan kerjanya hanya bisa memberikan dukungan. Terus memberikan semangat bahwa masih ada banyak wanita lain yang lebih baik. Mungkin dia bukanlah jodoh terbaik untuk Andra.
" Setelah dia kembali, aku berusaha mengajak ke rumah. Menjalin hubungan baik dengan keluarga. Tapi dia menolak. Padahal selama ini semuanya baik-baik saja. Mungkin dia sudah mendapatkan pria yang lebih baik. Aku sudah ke rumah orang tua nya, dan membatalkan semuanya..". Ah.. Andra cerita mu membuat ku semakin merana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H