Tidak terasa sudah satu dekade bapak Joko Widodo menjabat sebagai presiden Republik Indonesia. Selama satu dekade juga bapak Jokowi telah menjadi saksi sekaligus pelaku perubahan, menghadapi berbagai tantangan dan merintis kebijakan yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat. Dari pembangunan infrastruktur hingga program-program sosial.
Seperti yang akhir-akhir ini sedang hangat dibicarakan yaitu tentang korupsi, kolusi dan nepotisme pada pemerintahan bapak Joko Widodo. Sebelum membahas tentang korupsi, kolusi dan nepotisme pada pemerintahan bapak Joko Widodo, saya akan menerangkan apa itu korupsi, kolusi dan nepotisme.
Korupsi
Korupsi adalah penyalahgunaan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada dalam jabatan atau kedudukan untuk memperoleh keuntungan pribadi atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Kebanyakan korupsi dilakukan oleh pejabat publik, mau politikus atau pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengan dirinya, dengan cara menyalahgunakan kekuasaan yang dipercayakan untuk keuntungan pribadi. Selain merugikan secara finansial, korupsi juga mengikis kepercayaan, melemahkan demokrasi, menghambat pembangunan ekonomi, serta semakin memperparah ketidaksetaraan, kemiskinan, perpecahan sosial, dan krisis lingkungan.
Selanjutnya yaitu kolusi, Kolusi adalah perjanjian rahasia antara dua pihak atau lebih untuk mencapai tujuan tertentu yang sering kali melanggar hukum atau etika. Biasanya, kolusi terjadi dalam konteks bisnis atau pemerintahan, di mana pihak-pihak terlibat bekerja sama untuk mendapatkan keuntungan yang tidak adil, seperti mengatur harga, memanipulasi tender, atau menghindari persaingan.
Kolusi dapat merugikan konsumen, pesaing, dan perekonomian secara keseluruhan, karena menciptakan ketidakadilan dan mengurangi transparansi dalam transaksi. Dalam banyak sistem hukum, kolusi dianggap sebagai tindakan ilegal dan dapat dikenai sanksi.
Nepotisme adalah praktik memberikan keuntungan atau posisi kepada anggota keluarga atau teman dekat dalam konteks pekerjaan atau organisasi, tanpa mempertimbangkan kualifikasi atau kemampuan orang lain yang mungkin lebih layak. Ini sering kali dianggap tidak etis karena dapat mengakibatkan ketidakadilan dan merugikan individu yang lebih kompeten. Nepotisme sering terjadi dalam berbagai sektor, termasuk bisnis, pemerintahan, dan organisasi nirlaba.
Setelah kita tau apa itu korupsi, kolusi dan nepotisme, selanjutnya kita akan membahas tentang korupsi, kolusi dan nepotisme pada periode presiden Joko Widodo kemarin.
Akhir akhir ini terdengar kabar bahwa Sebanyak 17 orang, termasuk bapak Joko Widodo beserta putranya, Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, serta Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman telah melakukan tindakan kolusi dan juga nepotisme. Tidak hanya nama itu saja yang diduga melakukan tindakan kolusi dan nepotisme Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Bahkan. prinsipal pemohon uji materi di MK, Almas Tsaqibbirru, dan kuasa hukum pemohon uji materi, Arif Suhadi, serta delapan hakim konstitusi lainnya juga dilaporkan, yaitu Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo, M Guntur Hamzah, Manahan M Sitompul, Daniel Yusmic P Foekh, Wahiduddin Adams, dan Enny Nurbaningsih, serta Panitera Pengganti I Made Gede Widya Tanaya, nama nama tersebut juga masuk dalam daftar pejabat yang melakukan kolusi dan nepotisme.