transportasi publik bisa dianggap bukan warga Jakarta 'sejati".Â
Aku adalah warga Jakarta. Lahir dan besar di sini, makan di tanah dan air Jakarta. Bagiku mereka yang mengaku sebagai warga Jakarta, syaratnya adalah pengguna tranaportasi publik. Jika belum biasa dan tak bisa menggunakanMengapa? Karena mungkin satu-satunya Kota di Indonesia yang memiliki moda transportasi lengkap hanyalah di Jakarta. Ada bis reguler, bis PPD, ada Transjakrta, Bajaj, Bemo, taksi, ojek, bahkan getek untuk angkutan sungai pun ada, becak masih beroperasi di Jakarta Utara di Semper, juga ada delman. Apa saja ada, termasuk ojek sepeda di Jakarta Kota.Â
Baru beberapa tahun saja ada Mass Rapid Transit, yang membawa penumpang dengan kereta cepat dari Lebak Bulus ke Hotel Indonesia hanya 45 menit.Â
Dahulu kala tahun 1990an, transportasi publik kurang manusiawi. Iya supir bis atau mikrolet bisa seenaknya memindahkan penumpang di tengah jalan "dioper" atau disuruh menumpang atau menunggu bis atau angkot lain (eh sekarang masih seperti itu dibeberapa tempat).Â
Tidak manusiawinya ya, penumpang itu seperti ikan teri, seperti ayam, dipenuh-penuhi kendaraannya baru berangkat bisnya. Untung sejak ada Transjakarta, lalu perbaikan lebih jauh lagi. Pengalaman naik tranportasi publik adalah pengalaman mengenal kemajuan Negara. Berpindah tempat. Semakin cepat fisik manusia pindah, semakin canggih dan maju negara tersebut. Di negara paling maju kecepatan berpindah semakin singkat durasi waktunya, bukan hanya virtual.
Menggunakan moda transportasi publik dapat memberi pengalaman bertemu orang banyak, khususnya transportasi publik yang masif seperti kereta atau bis, termasuk  Transjakarta.Â
Di sana kita bertemu dengan berbagai tipe manusia. Jika kita mau melihat kadangkala persepsi dan kesan bisa tercipta dari  sini. Kadangkala pula kesan dan persepsi atas manusia lain yang kita temui dalam moda transportasi publik tergantung suasana batin kita sendiri.
Manakala hati kita merasa sedih, mungkin sulit bagi kita untuk menemukan hal-hal lucu atau indah kita temui di sana. Adakalanya seakan pengamen di biskota pun membawakan lagu sedih (sekarang tak ada lagi pengamen dalam bis kota), ke luar kota masih ada.
Namun ketika hati kita gembira kita dapat dengan mudah menemukan hal-hal mengembirakan, diantara wajah-wajah yang kita temui.Â
Seperti kemarin rasanya ingin sekali tertawa menyaksikan seorang perempuan muda yang memegang buku duduk & tertidur pulas, disamping kirinya laki-laki muda juga tertidur pulas. Mereka dua penumpang yang tak saling kenal. Nah saya menunggu momen kepala mereka jatuh miring ke arah masing-masing jadi terantuk. Dug! Namun sayang tidak terjadi. Membayangkan berimajinasi kejadian itu saja membuat saya senyum-senyum sendiri. :-)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H