Bagi seorang novelis, perjalanan kemanapun bisa dijadikan ide cerita.Begitulah yang diterapkan Azzura Dayana. Sekali lagi, ia menulis novel dengan latar pendakian gunung. Sebelumnya ada Tahta Mahameru, kini Rengganis; Altitude 3088 menjadi semacam catatan perjalanannya muncak ke Argopuro. Sebuah gunung yang terdapat di provinsi Jawa Timur. Argopuro sendiri merupakan puncak tertinggi pegunungan Iyang. Terletak diantara gunung Semeru dan gunung Raung.
Sebagai karya fiksi, novel harusnya lebih kaya imajenasi dibanding feature traveling. Tentu saja ini demi memikat pembaca. Agar pembaca tidak merasa bosan dengan hanya narasi keindahan alam sepanjang perjalanan mendaki.Â
Bagi saya, di novel ini, Azzura kurang berhasil menghadirkan nuansa kenikmatan sebuah cerita fiksi. Mungkin salah satu penyebabnya adalah kurangnya konflik emosi antar tokoh. Klimaks yang cukup mendebarkan hanya ada pada satu kejadian yang dialami Rafli, salah satu tokoh.Â
"... tiba-tiba saja tatapannya berubah menjadi tajam. Sangat tajam. Menatap lekat sesuatu. Atau lebih dari satu.
Lantas... perlahan-lahan dia berjalan meninggalkan tenda. Meninggalkan teman-temannya yang tertidur di dalam. Menjejaki rerumputan basah dalam langkah-langkah pasti. Dermaga tua itu tujuannya." (Hlm. 173)
Konflik-konflik lain yang coba dihadirkan misalnya saat adanya serangan babi hutan ke tenda para pendaki, belum cukup membuat pembaca merasakan sebuah ketegangan. Sebab penggambaran yang tidak ekstrim. Terlebih bagi pembaca yang belum pernah mendaki atau berhadapan langsung dengan berbagai binatang hutan. Harus ada tehnik penceritaan yang lebih hidup hingga kesan mendebarkan bisa terasa.Â
Namun, kekurangan pada sisi konflik sepertinya dibayar dengan kelebihan lain novel setebal 232 halaman ini. Rengganis berhasil dengan sangat baik menyampaikan amanat cerita. Perjalanan mendaki gunung sarat dengan hal-hal mistis. Kepercayaan masyarakat, alam aib juga mahluk halus. Dan Azzura, sebagai  novelis yang juga aktivis FLP dengan 'lembut' memagari karyanya dari kontroversi 'dunia lain'. Memastikan kisah Dewi Rengganis, sang putri dari Kerajaan Mahajapahit dengan semua mitosnya tidak menyebabkan pembaca terjebak pada kesyirikan.Â
"Hanya beberapa saja yang pernah mengalami keganjilan-keganjilan. Aku pun sebenarnya ingin sekali tidak percaya, tapi... entahlah. Alam gaib memang ada. Tugas kita hanyalah berhati-hati dan menjaga keimanan kita." (Hlm. 220)
Menulis novel bukan menulis di ruang kosong. Harus ada ide yang bermain dan pesan moral yang dapat disimpulkan. Seperti karya sebelumnya, pemenang Islamic Book Award 2014 ini punya kekhasan dalam penuturan yang manis dan sedikit romantis. Setidaknya itu bisa pembaca nikmati melalui bait puisi atau lirik lagu yang sesekali menyelingi cerita.
Satu lagi kelebihan Rengganis adalah referensi bagi keindahan alam nusantara. Tentang betapa indahnya negeri ini. Hamparan sabana luas, sungai dengan air jernih, padang rumput gimbal, aneka pepohonan dan tumbuhan hutan serta segenap hewan yang mendiaminya. Indonesia adalah anugerah Sang Pencipta yang luar biasa keanggunannya dan sudah selayaknya menjadi tanggungjawab bersama untuk melestarikannya. Pesan ini yang sangat saya suka dari kisah perdakian  Dewo, Nisa, Dimas, Rafli, Acil, Fathur, Sonia serta Ajeng.
Akhirnya, selamat membaca suguhan mistis yang tetap romantis!
Â
      Identitas Buku
- Judul Novel : Rengganis; Altitude 3088
- Genre : Novel Dewasa
- Pengarang : Azzura Dayana
- Penerbit : Indiva Media Kreasi
- Cetakan I : Agustus 2014
- ISBN : 978-602-1614-26-6
- Tebal : 232 halaman; 20 cm
- Harga : Rp. 46.000,-
- Peresensi : Umi Laila Sari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H