Frasa sopan nan menenangkan, bahkan terkesan agamis dalam aturan sosial, kerap kali menjadikan penerimanya "terbungkam" di beberapa aspek struktur sosial yang tidak menyenangkan.
"Terimalah pasangan mu apa adanya, Â syukuri hidupmu, jadilah ibu yang baik dirumah, patuhlah kepada yang lebih tua, jangan membantah atas aturan yang ada, Â tak perlulah mengejar dunia, Â dan masih banyak lagi lainnya".
Sekilas tak ada yang salah dengan semua frasa tersebut. Membahas nya bukan pula akan menjadikan diri sebagai pembangkang. Namun memang ada beberapa aspek yang perlu diluruskan, Terutama jika "aturan sosial tersebut merampas nilai kemanusiaan"
"Sebagai perempuan, seharusnya kamu..."
"Sebagai lelaki, seharusnya kamu..."
"Syukuri hidupmu, terimalah apa adanya!"
Aspek hidup yang mana? Penerimaan yang seperti apa? Benarkah ini keharusan kita sebagai manusia?
Bukankah tidak semua musti kita terima begitu saja..
Bukankah masih ada yang bisa di usahakan..
Perihal kodrati, tak ada yang bisa mengelak.
Namun "aturan sosial", haruskah di terima dan berlaku universal?