Sebagai mahasiswa, saya kecewa melihat program makan untuk sekolah dasar justru mendapat banyak penolakan. Padahal, inti dari program ini adalah sederhana: mengisi perut sebelum mengisi pikiran, karena bagaimana bisa belajar fokus jika lapar saja tak teratasi?Namun, yang terjadi malah program ini seolah jadi ajang kritik atas standar makanan, bukan solusi bagi mereka yang benar-benar membutuhkan.
Jelas, tidak semua anak hidup di situasi yang sama. Ada yang terbiasa dengan junk food dan fast food, sehingga standar mereka terhadap makanan menjadi tinggi.Tapi bagaimana dengan anak-anak yang bahkan untuk makan nasi saja sulit? Ingat kisah anak yang dihina karena lauk ulat sagu? Atau mereka yang makan bersama nenek karena orang tua tak lagi ada? Program ini seharusnya hadir untuk mereka.
Fokus harus diberikan pada yang paling membutuhkan, bukan menyebar ke semua sekolah tanpa arah jelas. Kita adalah negara dengan banyak penduduk di bawah garis kemiskinan, tapi mengapa empati kita sering kali tumpul?Tidak program sempurna untuk semua orang, tapi itu bukan alasan untuk meremehkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H