Memang.tidak membutuhkan satu alasan ketika kamu jatuh cinta. Tetapi, membutuhkan lebih dari satu alasan untuk kamu berdampingan di pelaminan. 'Tak cukup hanya cinta 'Â
Begitu kata ibuku, sewaktu kuberitahu bahwa orang tua Mas Sandhi akan datang melamarku.Â
Aku dan Mas Sandhi sekampung, hanya beda RT. Sudah barang tentu keluarga kami saling mengenal. Rumah kami pun satu jalan. Kalau aku ke pasar atau berangkat ke sekolah, pastilah melewati jalan di depan rumahnya. Sore hari pergi mengaji juga lewat di depan rumahnya, tidak ada jalan memutar yang lain..Â
Usia Mas Sandhi sebaya dengan Om-ku, jauh di atasku. Ketika aku tamat SD, Mas Sandhi dan Om-ku sudah lulus SMK. Setelah itu ia bekerja di luar kota. Dan jarang kulihat lagi.Â
Sampai aku lulus SMA, dan sedang mempersiapkan tes masuk ke Perguruan Tinggi, dia pulang kampung. Aku sudah bukan lagi gadis ingusan yang pernah dikenalnya. Di mataku, dia pun telah menjelma menjadi sosok laki-laki sangat dewasa, matang secara pikiran. Dan sungguh memesonaku.Â
Dia jauh dari kata tampan atau ganteng, wajahnya saja banyak jerawat. Kulitnya coklat kehitaman, tingginya pun sedang, tapi senyum dan kerling matanya itu loh, sangat menggoda. Memporak-porandakan seisi dadaku.Â
Bukan laki-laki pertama yang kusuka, tapi berbeda sekali dengan pacarku sebelumnya yang anak sekolahan. Cinta ala cinta monyet.Â
Dasarnya aku tipe perempuan yang mudah akrab dengan laki-laki, karena di rumah, adik ibuku 3 orang semua laki-laki dan masih  bujangan.Ibuku masih tinggal di rumah nenek. Merekalah  para pengasuhku. Banyak teman-teman Om-ku yang main ke rumah. Jadi aku sudah lebih terbiasa berada diantara laki-laki. Bersama Om-ku dan teman-temannya ikut memancing belut di sawah, menonton sepak bola di lapangan rame-rame atau bermain layangan di halaman sekolah dekat rumahku.Â
Ibaratnya, aku sekuntum melati yang tumbuh di tengah hamparan padang ilalang. Mekar berseri, menawan hati sesiapa yang memandang. Datang dan hinggap kupu-kupu dan kumbang. Sejenak bertengger di dahan dan lalu terbang.Â
Entah kebetulan atau bagaimana, Mas Sandhi ada di kampung waktu itu agak lama. Katanya sudah berhenti bekerja di tempat lama dan sedang menunggu jawaban dari lamaran kerja di tempat yang baru di Surabaya. Kami sama-sama sedang menunggu waktu. Kesempatan itu menjadi peluang untuk sering bertemu.Mas Sandhi membaur diantara Om-ku dan teman-temannya sehingga ibuku tidak tahu dan mungkin juga tidak curiga bahwa kedekatanku berbeda dengan yang lain. Om-ku sepertinya memberi lampu hijau. Aku merasa aman.Â
Tidak butuh waktu lama, kami menjadi semakin dekat. Saling tertarik dan kagum. Dan saling jatuh cinta. Aku merasakan seperti dalam lirik sebuah lagu. "Jatuh cinta berjuta rasanya. Biar siang biar malam terbayang wajahnya / Jatuh cinta berjuta indahnya. Dipeluk dibelai amboi rasanya / Menangis tertawa karna jatuh cinta /Ooh, asyiknya.