"Kau belum mengenalku, bagaimana mungkin, kau langsung ingin menikah denganku...".ujarku datar, mencairkan kebisuan sesaat.Â
" Entahlah. . . . fellingku mengatakan begitu .... yang pasti, aku tidak sedang mencari pacar, tapi seorang istri, Â yang mau kuajak hidup bersama dalam susah dan senang !".mantap sekali jawabnya, ada nada kesungguhan yang kutangkap.Tapi aku belum punya jawaban saat itu. Sampai Hans permisi pulang dengan mengatakan, "Aku menunggu jawabanmu, Vi, Â lebih cepat lebih baik, ok. "Â
Kilasan - kilasan peristiwa sebelumnya, tetiba berkelebat begitu saja. Tergambar di alam maya, serupa tayangan ulang sinetron kehidupan.Tentang mas Kin yang sudah almarhum, tentang Helmy yang sesekali menjengukku dan terakhir, tentang Dody.Mahasiswa abadi di IAIN tapi nyabang kuliah di Unsuri.Â
Di malam sepi saat sendiri, seringkali aku masih mengenang mss Kin, sudah kucoba untuk mencintai pria lain. Tapi rasanya, belum kutemukan satu orangpun diantara mereka yang tulus mencintaiku. Mungkin saja hanya kepintaranku yang dimanfaatkan, seperti si Dody itu. Menjelang kami ujian dulu, rajin banget dia antar jemput kuliah. Karena mau nyontek jawaban.Dan setelah ujian selesai, tak tampak lagi ujung hidungnya. Jejaknya seakan lenyap dan menguap seperti asap rokok dihembusnya.Â
***
BersambungÂ
Kota Kenangan 26 Mei 2016.Â
#tantangan100harimenulisnovelFC
No.84. Umi SetyowatiÂ
Bab.VIII. 40 /
Â