Itu membuat banyak content creator maupun mereka yang menggeluti dunia kreatif juga senang sekaligus khawatir bahwa dominasi bot ini bisa mengancam masa depan para creative thinker.
Paradoks teknologi
Bila dunia kreatif dikuasai oleh AI, katakanlah sebagai contoh seorang penulis atau blogger yang tadinya harus menghabiskan banyak waktu untuk menggali ide dan merangkai susunan kata sudah beralih menggunakan AI.
Maka dia sudah tidak perlu repot-repot memikirkan ide atau kerangka tulisan bahkan tidak perlu lagi susah–susah mengetik karena dengan instruksi untuk membuat artikel dengan tema tertentu.
Oleh karena itu, maka tidak perlu menunggu lama bot ini akan menyuguhkan pesanan artikel kita sesuai berapa banyak kata yang kita inginkan, impressive.Â
Bayangkan bila ini tidak hanya terjadi dan dilakukan di dunia tulis menulis, namun di sektor lain seperti design, art dan industry kreatif lainnya, lama-lama pekerjaan manusia benar-benar bisa digantikan oleh AI.
Namun, segala sesuatu di hidup ini memang tidak lepas dari paradoks, saat teknologi berkembang pesat dan AI bahkan bisa mengambil alih tugas manusia yang berpikir.
Pertanyaannya apakah nantinya kita yang menguasai AI ataukah AI yang menguasai kita?Â
Kembali ke studi kasus penulis tadi, apakah sama karya yang dihasilkan oleh buah pikiran manusia dengan segala gejolak emosinya dengan bots yang mungkin berlandaskan pada kecepatan dan keakuratan mengkurasi data yang tersebar di dunia maya?Â
Dan yang terpenting lagi apakah Google sang penguasa akan membiarkan chatGPT semakin liar sehingga banyak konten – konten yang mengisi jagad maya sudah bukan lagi autentik dari human made melainkan pekerjaan AI?
Karena jelas hal ini akan sangat bertentangan dengan prinsip Google yang mengedepankan originalitas karya, bukan plagiarisme.Â
Well, kita lihat saja ke depan, apakah chatGPT akan semakin berkuasa dan meruntuhkan kedigdayaan Google, atau justru Google akan membuat AI tandingan untuk meredam gejolak ini?