Mohon tunggu...
Umi Fitria
Umi Fitria Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary Me

Seorang Ibu, wanita, teman, partner yang selalu ingin membuka hati dan pikiran untuk belajar tentang hidup. visit my blog on https://www.simpelmommy.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengapa Secara Tidak Sadar Kita Membandingkan Hidup dengan Orang Lain?

30 Agustus 2022   14:18 Diperbarui: 31 Agustus 2022   17:28 1059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi sedang membandingkan  (Pexels.com/cottonbro)

Tidak bisa dipungkiri bahwa dengan semakin majunya peradaban dan sekarang ini kita dipersatukan oleh sebuah platform yang bernama sosial media, membuat hidup kita terasa jauh berwarna dan begitu banyak dinamikanya. Kita bisa mengenal dan berteman dengan siapa saja tidak hanya lintas kota atau pulau saja, bahkan lintas negara dan benua. 

Hal ini sebelumnya mungkin tidak pernah terbayangkan akan menjadi kenyataan, dulu mungkin kita hanya bisa berangan-angan dan berandai-andai saja bisa memiliki koneksi yang begitu luas, tapi sekarang thanks to kemajuan teknologi, rasa-rasanya semua boundaries itu bisa terlampaui.

Bila pada jaman dulu kita hanya bisa sebatas mengenal orang baru via chatting app, sekarang sudah mulai berkembang dengan munculnya banyak fitur-fitur termasuk sharing gambar atau foto bahkan realtime video yang membuat ilusi di depan mata tampak nyata. Apakah ini semua berdampak baik di segala bidang? Bisa iya bisa juga tidak, tergantung dari apa yan kita cari dan bagaimana kita merespon.

Seiring semakin pesatnya jumlah manusia di bumi ini yang masuk ke ranah sosial media, membuat sosial media menjadi tempat baru yang update dan sangat kekinian untuk kiblat trend, mulai dari fashion, food, lifestyle, mindset dan sebagainya yang itu semua sangatlah tak terbatas jumlahnya.

Bisa dibayangkan betapa besar pengaruh yang bisa ditimbulkan oleh sosial media. Dan coba kita cek, sejak kemunculan sosial media berapa banyak studi kasus tentang mental health yang juga mulai banyak terlihat, entah dari mereka yang memang speak up maupun dari hasil penelitian yang menunjukkan angka depresi dan stres yang juga tinggi.

Tidak bisa dipungkiri memang dan sangat naluriah sekali saat kita tertarik melihat bagaimana kehidupan orang lain. Bukan tanpa sebab, melainkan karena sebenarnya kita juga ingin mendapatkan benang merah dan mencari kesamaan serta validasi atas kehidupan kita sendiri, betul apa betul? Hehe. 

Bagaimana saat kita melihat kehidupan sehari-hari seseorang yang kita kagumi di sosial media dan merefleksikannya ke dalam kehidupan kita sendiri, saat terdapat kesamaan pada hal-hal kecil kita akan merasa seolah-olah "connected" dan saat kita melihat jurang perbedaan yang dalam, kita akan merasa "insipiring". 

Semua itu adalah bukti bahwa kita sebagai manusia memang tidak bisa lepas dari kodrat makhluk sosial, kita terlalu takut untuk menjadi tidak sama dengan orang lain sehingga kita mencari-cari sesuatu yang membuat kita sama dengan orang lain, dan parahnya dianggap sama dan wajar di mata orang lain, bukan dari mata hati kita sendiri.

ilustrasi sedang membandingkan  (Pexels.com/cottonbro)
ilustrasi sedang membandingkan  (Pexels.com/cottonbro)

Tidak heran bila banyak sekali orang yang suka kepo di sosial media, karena banyak orang yang memang dengan sukarela membagi kehidupan pribadinya di publik, ibaratnya orang lapar kita berikan makan, ya vice versa. 

Tentu budaya atau kebiasaan ini bisa memicu pro dan kontra. Di sisi lain orang yang vibe-nya sangat positif (entah memang positif atau terlihat ingin positif) berdalih bahwa semua itu untuk membuat kita terinspirasi menjadi lebih baik.

Di sisi yang lain banyak yang justru merasa insecure dan overthinking karena membandingkan hidupnya dengan orang lain yang ia lihat di sosial media.

Sedikit banyak pasti terlintas di pikiran kita sebagai orang yang melihat hidup orang lain, perasaan-perasaan kecil yang tadinya hanya sekedar lewat saja. Namun lama-lama karena perasaan ini kita rawat terus maka mulai tumbuh menjadi rasa iri, minder dan ambisi yang membuat kita menjadi burnout karena merasa jauh tertinggal dari pencapaian yang sudah dicapai lebih dulu oleh orang lain, tanpa dilakukan kroscek yang mendalam mengenai bagaimana prosesnya dan apa yang tidak kita ketahui di balik apa yang ditampakkan di publik.

Jadi ingat masa-masa di mana semua orang mempunyai dan menjalani hidupnya sendiri-sendiri, menerima apa yang ada sekarang dan berusaha menjadi lebih baik di masa yang akan datang, bukan karena melihat hidup orang lain dan takut dibilang ketinggalan. Namun karena melihat mundur perjalanan hidup kita sampai detik ini dan mengevaluasi apa yang harus dilakukan selanjutnya untuk membuatnya level up menjadi lebih baik lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun