Mohon tunggu...
Umi Fitria
Umi Fitria Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary Me

Seorang Ibu, wanita, teman, partner yang selalu ingin membuka hati dan pikiran untuk belajar tentang hidup. visit my blog on https://www.simpelmommy.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Bijakkah Memarahi dan Menghukum Anak yang Masih Balita?

23 Mei 2022   11:40 Diperbarui: 24 Mei 2022   05:38 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara mengenai parenting dan seluk beluknya memang tidak ada habisnya ya, karena semua orang tua pasti menginginkan anaknya tumbuh menjadi anak yang tidak hanya baik dan sehat secara fisik, namun juga secara emosi dan kepribadian. 

Sebelumnya, saya akan disclaimer terlebih dahulu bahwa saya bukanlah ahli parenting ataupun ahli dalam dunia tumbuh kembang anak.

Saya adalah seorang ibu yang juga memiliki concern yang sama mengenai tumbuh kembang anak sama seperti para orang tua lain pada umumnya, sehingga apapun yang saya tulis di sini murni adalah opini pribadi saya.

Oke kembali ke perihal tumbuh kembang anak secara emosi dan kepribadian. Ini merupakan salah satu aspek yang menurut saya lebih sukar untuk diukur daripada perkembangan fisik. 

Bila secara fisik kita sebagai orang tua sudah mempunyai panduan dari masing-masing dokter anak sejak anak baru lahir dan apa-apa saja yang harus dilakukan supaya anak kita tumbuh dan besar sesuai dengan grafik atau kurva pertumbuhan dan memastikan mereka mendapatkan gizi yang baik sehingga pertumbuhannya terukur.

Berbeda dengan aspek emosi dan kepribadian yang mana untuk hal ini tidak ada standarisasi atau tolak ukur yang benar-benar bisa fit atau pas untuk setiap anak. Mengapa demikian? 

Karena saya percaya, setiap anak mempunyai kode genetik yang berbeda-beda berkaitan dengan sisi emosi dan kepribadian sehingga tentu setiap orang tua akan mempunyai gaya parenting atau pola asuh yang juga berbeda-beda.

Hal ini dikarenakan sebagai orang tua kita juga sebenarnya banyak terpengaruh oleh bagaimana pola asuh orangtua terdahulu, selain belajar secara independen dari ilmu parenting maupun secara langsung dengan mengobservasi anak kita.

Dalam keseharian, tidak dipungkiri tingkah pola anak kadang membawa suka cita maupun sedikit memancing emosi ya, terutama bagi anak-anak yang memasuki usia balita. 

Di usia balita ini, anak-anak biasanya mulai mengalami perubahan pola tingkah laku, di mana mereka lebih suka menghabiskan waktu bermain atau mengeksplor hal-hal baru di sekitarnya, singkatnya mereka lebih banyak tertarik untuk belajar dan mengenal sesuatu di luar dirinya. 

Di usia balita ini, anak-anak juga mulai mengenali dan menyampaikan emosi, terlihat bahwa mereka lebih ekspresif saat merasakan marah, bahagia, sedih namun mereka belum sempurna dalam mengolah emosi-emosi tersebut sehingga terkadang mereka rewel atau bahkan tantrum saat keinginan-keinginannya tidak terpenuhi. 

Menyikapi dinamika emosi anak yang sudah mulai terbentuk dan terlihat ini, kita sebagai orang tua terkadang tidak selamanya sabar. Adakalanya kita ikut terpancing dan berujung memarahi si anak yang pada akhirnya kita sendiri juga yang menyesal.

Lalu, apakah saat anak kita berbuat kesalahan atau hal-hal yang tidak menyenangkan dan seharusnya lantas kita berhak dan boleh memarahi anak kita? 

Nah, ini juga sebenarnya yang masih menjadi bahan yang terus saya gali dan pelajari. Beberapa orang tua menerapkan gaya parenting yang memang strict sejak anak masih balita dengan tujuan mendidik dan mendisiplinkan mereka. Ada juga tipe orang tua yang sangat melonggarkan anak dan nyaris tidak pernah memarahi anak, semua itu sepertinya sering kita temukan dalam lingkup sosial masyarakat kita. 

Saya pribadi mempunyai pendapat bahwasanya di usia balita, mereka masih berada dalam tahap tumbuh kembang, baik secara fisik maupun emosional.

Hal itu cukup memberikan kita pemahaman bahwasanya anak kita sedang ber proses, mereka tentu belum bisa menyampaikan emosi secara gamblang sesuai apa yang mereka rasakan karena mereka sendiri juga masih mengenali diri mereka sendiri.

Selain itu anak-anak juga belum memiliki dan memahami konsep benar salah maupun baik buruk, jadi apapun yang mereka lakukan mereka tidak melewati fase skrining itu sehingga mereka akan cenderung bertingkah pola semau mereka, mengikuti naluri atau insting mereka. 

Saat kita mendapati bahwa anak kita melakukan hal yang tidak patut atau tidak sopan dan hal-hal lain yang bertentangan dengan norma atau nilai-nilai yang kita percaya.

Ada baiknya tidak lantas membuat kita langsung memarahi apalagi menyalahkan si anak, karena menurut saya itu juga tidak fair karena anak belum paham apa itu benar salah, sehingga yang bisa kita lakukan adalah melakukan pendekatan komunikasi kepada anak.

Memberi tahu mereka bahwa tidak boleh melakukan ini itu dengan menjelaskan alasannya, bukan semata-mata melarang anak dan memarahinya karena yang sering terjadi adalah si anak sendiri pun juga belum paham salah mereka di mana.

Meskipun saat kita memberikan penjelasan kepada mereka, mereka juga belum sepenuhnya paham, namun saya selalu percaya upaya komunikasi yang baik dan penuh pesan ke anak ini adalah sebagai fondasi utama kita untuk mengajarkan hal-hal baik lainnya seiring dengan tumbuh kembang mereka. 

Memarahi anak memang salah satu bentuk memberikan efek jera dan menunjukkan superioritas kita sebagai orang tua kepada anak agar anak menurut dengan catatan mereka sudah berada di fase dan umur yang memang sudah paham apa itu aturan, apa itu benar salah, apa itu baik buruk sehingga saat anak melanggar maka efeknya adalah mendapat marah bahkan hukuman dari orang tua, dan itu hal yang biasa bukan?

Nah, yang jadi masalah adalah saat kita memarahi anak namun anak tidak paham kalau mereka salah. Jadi, yang harus dibangun terlebih dahulu adalah pemahaman si anak itu sendiri, barulah aturan, reward maupun punishment bisa diperlakukan.

Ya semua kembali kepada gaya pola asuh masing-masing orang tua, namun apapun itu, utamakan hak dan perasaan anak-anak kita ya dan  lakukan dengan cinta kasih, bukan hanya sebagai pelampiasan emosi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun