Mohon tunggu...
Umi Fitria
Umi Fitria Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary Me

Seorang Ibu, wanita, teman, partner yang selalu ingin membuka hati dan pikiran untuk belajar tentang hidup. visit my blog on https://www.simpelmommy.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

JHT Baru Cair Saat Usia 56 Tahun, Antara Aman dan Was-was

17 Februari 2022   15:53 Diperbarui: 18 Februari 2022   19:30 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kartu BPJS Ketenagakerjaan(KOMPAS.com/NURWAHIDAH)

Setelah kasus varian baru Covid Omicron meluas, sekarang masyarakat Indonesia sedang disajikan panggung baru yang datang dari Kementerian Ketenagakerjaan.

Tentu sudah tidak asing lagi mengenai viralnya berita bahwa Kementerian Ketenagakerjaan akan berencana mengesahkan Permenaker No. 2 Tahun 2022 mengenai Jaminan Hari Tua (JHT), salah satu program dari BPJS Ketenagakerjaan.

Menilik dari namanya, Jaminan Hari Tua (JHT) sebenarnya ditujukan sebagai tabungan pensiun untuk para pekerja saat usia pekerja sudah memasuki usia pensiun normal di negara kita, kurang lebih berkisar di angka 55-56 tahun. 

Sampai di sini, sepertinya semua aman-aman saja ya dan program yang dicanangkan pemerintah sepertinya oke-oke saja dan bisa diterima sejauh ini.

Mengapa Permenaker No. 2 Tahun 2022 Terkait JHT Berujung Polemik?

Selama ini peraturan terkait program Jaminan Hari Tua (JHT) tidak terlalu menimbulkan masalah berarti karena sebelumnya presiden sudah membuat peraturan bahwa Jaminan Hari Tua (JHT) bisa dicairkan apabila pekerja mengalami kondisi pemutusan hubungan kerja (PHK) ataupun resign dari tempat bekerja di mana dana baru bisa dicairkan terhitung sebulan setelah tidak lagi bekerja. 

Peraturan ini tentunya sangat membawa angin segar bagi mayoritas pekerja karena sebagaimana yang kita tahu, tentu untuk mendapatkan pekerjaan baru setiap orang mempunya kesempatan yang berbeda-beda.

Hari tua | Sumber: Designed by vectorjuice/Freepik
Hari tua | Sumber: Designed by vectorjuice/Freepik

Dana Jaminan Hari Tua (JHT) ini bisa kita dikatakan berperan sebagai safety net di saat masa-masa menunggu.

Dana tersebut bisa digunakan untuk back up operasional sehari-hari maupun sebagai modal bila yang bersangkutan memutuskan untuk mencoba terjun ke dunia wirausaha. 

Namun, sepertinya rencana-rencaan tersebut akan berujung pada kekecewaan, karena seperti yang kita ketahui bahwa pemerintah akan mengeluarkan peraturan di mana dana Jaminan Hari Tua (JHT) baru bisa dicairkan ketika pekerja sudah berusia 56 tahun, dan di sinilah bom waktu meledak.

Gelombang protes tidak bisa dibendung, pemberitaan di TV nasional maupun media sosial begitu gencar sehingga menyulut banyak pihak untuk mengutarakan pendapat baik yang sepakat maupun menolak. 

Meskipun pengesahan peraturan ini baru akan divalidasi pada awal bulan Mei, namun tidak menutup peluang untuk terus bergulir protes dari masyarakat, terutama dari kalangan serikat pekerja.

Aman atau was-was?

Bila kita telaah dengan kepala dingin dari kedua sudut pandang, dari sisi pemerintah sebagai pembuat keputusan, tentu peraturan ini sudah dikaji matang-matang, mungkin niatnya baik untuk membantu menjamin kesejahteraan kita sebagai warga negara saat sudah memasuki masa pensiun. 

Jadi, setelah tidak bekerja secara produktif, kita masih mempunyai dana di masa tua untuk membiayai hidup maupun digunakan untuk hal yang lain, mengingat literasi keuangan masyarakat kita masih sangat minim, apalagi memikirkan tentang bagaimana nanti pensiun, sehingga pemerintah mengambil langkah seperti ini untuk tujuan jangka panjang. 

Sebaliknya dari sisi pekerja, mereka juga mempunyai alasan yang kuat terkait keberlangsungan hidup, mereka merasa bahwa dana JHT adalah seratus persen hak mereka. Karena memang persentase iuran JHT ini dipotong sekian persen dari gaji bulanan, sehingga mereka punya hak penuh dengan uang tersebut, alhasil mereka menolak pemerintah untuk mengatur-atur bagaimana mereka harus memperlakukan dana JHT mereka. 

Hal ini bisa kita pahami terutama selama masa pandemi yang mana banyak sekali pemutusan hubungan kerja dari berbagai strata dan lini, sehingga mereka yang tidak mempunyai dana darurat tentu akan sangat mengandalkan Jaminan Hari Tua (JHT) untuk meng-cover biaya hidup sambil mencari pekerjaan pengganti.

Well, di satu sisi, ada pihak regulator yang ingin agar tujuan jangka panjang dana pensiun bisa mendapatkan potensi hasil maksimal saat masa nya dicairkan dengan cara menahan arus keluar uang.

Di sisi lain rakyat berpikir bagaimana besok, bagaimana menghidup keluarga, yang satu berpikir rencana jangka panjang, yang satu berpikir realistis. 

Pihak yang pro akan berpikir bahwa mereka akan diberikan rasa aman untuk hari tua karena ada dana yang bisa diandalkan nantinya.

Pihak yang kontra akan was-was apakah dana hari tuanya benar-benar aman? Apakah tidak akan gagal bayar? Bagaimana kalau ternyata zonk? Sedangkan tidak lama ini banyak sekali kasus asuransi baik swasta maupun BUMN yang terseret kasus gagal bayar saat jatuh tempo, tentu hal ini menjadi paranoia tersendiri bagi pihak yang dengan tegas menolak peraturan tersebut.

Baik dari sisi pemerintah maupun pekerja, dua-duanya mempunyai alasan yang kuat di balik tindakan masing-masing.

Hal yang membuat menjadi polemik di sini adalah wacana peraturan menteri yang dikeluarkan saat kondisi ekonomi yang masih belum stabil imbas dari pandemi yang tak kunjung usai, sehingga tentu akan menjadi trigger yang hebat terutama bagi masyarakat yang terdampak langsung dan yang masih berjuang dari sisi ekonomi. 

Mungkin akan berbeda cerita ya jika peraturan ini dikeluarkan saat kondisi ekonomi dan masyarakat kita sudah normal dan stabil, di mana angka pertumbuhan ekonomi sudah bergerak naik, lapangan kerja terbuka lebar, dan juga menurunnya angka pemutusan hubungan kerja, ditunjang dengan semakin meningkatnya literasi keuangan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perencanaan hari tua. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun