Dahulu di belakang masjid Tgk. Chik di Pucok Krueng terdapat sungai yang mengalir jernih airnya, namun kemudian atas izin Allah mata air sungai itu berpindah tempat dan meninggalkan bekasan yang masih terlihat jelas sebelum dibangun masjid baru disamping masjid tuha. Dikatakan pula bahwa di masjid ini juga masih dijaga oleh beberapa ekor harimau penjaga milk Tgk. di Pucok Krueng, dan hanya orang-orang tertentu yang mampu melihatnya.
Di dalam masjid terdapat sebuah mimbar besar yang terbuat dari kayu. Kayu itu disampaikan juga berasal dari gunung yang diturunkan melalui aliran sungai. Mimbar itu masih terlihat sangat baik dan kokoh walaupun sudah tua usianya. Kayunya tidak rusak dan bahkan tidak didatangi rayap seperti kebiasaan pada benda-benda lama yang terbuat dari kayu lainnya.
Di lingkungan masjid Tgk. Chik di Pucok Krueng terdapat sebuah guci besar yang diyakini masyarakat setempat, bahwa itu adalah sebuah guci keramat. Guci itu terletak pada sebuah ruang yang berada tepat di samping pintu masuk kedalam mesjid. Masyarakat setempat menyampaikan bahwa hanya laki-laki yang diperbolehkan mengambil air tersebut sedangkan kaum wanita tidak diperbolehkan. Bahkan sudah tertuliskan himbauan keras yang tertempel tepat di bagian dinding ruang bahwa perempuan tidak boleh mengambil air dan tidak boleh melihat langsung ke dalam guci.
Air guci hanya boleh diambil oleh laki-laki baik anak-anak ataupun dewasa sedangkan perempuan dilarang keras mengambilnya. Karena menurut tradisi lisan yang berlaku bahwa akan terjadi suatu keaiban, apabila kaum wanita melihat dan mengambil langsung air tersebut dari dalam guci seperti ditemukannya bangkai kucing, bangkai tikus, air dalam guci menjadi keruh dan berbau, serta keaiban-keaiban lainnya. Jika perempuan ingin meminum air dari guci tersebut, maka ia dapat meminta tolong kepada Tgk. Bilal masjid atau siapapun laki-laki yang berada di lingkungan masjid untuk mengambilnya.
Diceritakan bahwa dahulu Tgk. Chik di Puchok Trieng membuat dua buah guci di kediamanya di hulu sungai (Pucok Krueng) yang ada di gunung. Kemudian ia menurunkan keduanya melalui air sungai yang pada saat itu pula sedang terjadinya ie raya. Pada saat berada dalam aliran sungai, kedua guci itu dikatakan bertikai sehingga salah satunya compel atau sedikit cacat pada bagian bibir gucinya. Guci yang tidak cacat lantas mendarat di masjid beracan yang dikenal dengan Masjid Tgk. Di Pucok Krueng. Sedangkan yang compel tadi itu kembali hanyut terbawa arus sungai hingga sampai ke Buebu, Kec. Caleu. Kab. Pidie. Tetapi belum diketahui pasti tentang kebenaran keberadaanya tersebut.
Diceritakan pula bahwa jika ada anak yang mengambil uang ibunya dan ia tidak mengakuinya. Maka si ibu boleh membawanya ke guci dan memasukkan kepalanya kedalam guci. Jika yang terjadi kepalanya tersangkut maka ia terbukti melakukannya tapi jika tidak berarti memang benar ia tidak melakukannya. Ada pula yang menceritakan bahwa pernah ada orang yang meilihat langsung air kedalam guci tersebut.
Dan ia mendapati bahwa didalamnya itu terdapat hewan buas seperti Harimau, ular dan sebagainya. Orang-orang yang tidak suci anggota tubuhnya akan tersangkut apabila mendekati guci tersebut. Terlebih apabila orang tersebut hendak membersihkan guci, maka ia akan tersangkut didalamnya dan sukar untuk kembali keluar. Serta masih ada banyak hal lainnya yang membuktikan betapa keramatnya guci yang ditinggal oleh Tgk. Di Pucok Krueng tersebut.
Guci ini sangatlah besar dan tidak diketahui secara pasti ukurannya oleh masyarakat karena yang telihat hanyalah bagian bibirnya saja. Sedangkan bagian badannya itu tertanam di dalam tanah. Ada yang mengatakan Guci itu tertanam sendiri dan ada pula yang mengatakan bahwa guci itu ada yang menanamnya karena ukurannya sangat besar bahkan diperkirakan kalau masuk orang dewasa ke dalamnya itu tidak akan terlihat sangking dalamnya.
Guci ini terlihat seperti terbuat dari pada batu yang besar dan mengkilat adapun bagian dalamnya itu licin. Ada yang mengatakan bahwa guci ini terbuat dari batang rotan dan getah batang Mane (sebutan orang kampung). Lamanya guci tersebut dibuat menjadikannya seakan terbuat dari batu.
 Dahulunya letak guci itu terbuka jelas sehingga orang bisa dengan mudah melihatnya. Karena sulitnya membersihkan guci yang terlalu besar dan mubazirnya air yang terbuang tiap kali membersihkannya. Maka oleh para pemuda sepakat untuk sedikit menutup guci tersebut agar tak lagi terbuka jelas seperti sebelumnya. Guci itu dibesrihkan karena keaiban yang disebabkan oleh perempuan yang melihat atau mengambil langsung air dari dalam guci. Dengan tindakan demikian diharapkan dapat meminimalisir terjadinya keaiban.
Air di dalam guci itu sangatlah jernih bahkan jika dimasukkan kedalamnya air yang kuning atau keruh ia akan berubah menjadi bersih dan sangat jernih. Air itu diisi tiap kali dirasa sudah berkurang dan sudah tidak dapat diambil lagi dengan gayung panjang. Dahulu jika hendak membersihkan guci, maka orang-orang harus turun kedalam guci tersebut. Namun kini sudah menggunakan selang dan air keran.