Hambatan perilaku sudah merata di setiap sekolah. Hampir tiap kelas ada saja ulah satu dua anak yang suka usil.
Dengan alasan bercanda atau semacamnya namun tidak ada tindak lanjutnya tentu akan membawa dampak kurang baik kedepannya.
Kini guru dipacu untuk terus jadi hebat namun bagaimana dengan murid yang terhambat namun tidak bisa mengubah sifat.
Tantangan bagi guru menghadapi zaman generasi Z, tidak mau dimengerti justru terkadang semau sendiri. Merasa ia mampu tak mau diganggu.
Bagaimana sikap guru yang baik menyikapi hambatan perilaku anak khususnya di sekolah khususnya di sekolah inklusi.
Terkadang hanya teori saja untuk berbicara namun berat mempraktikkan dalam kenyataan jika ada perilaku yang hobi mengganggu hanya sekedar bercanda lama lama terbiasa, yang dikhawatirkan menjadi karakter yang kurang baik.
Guru berperan mengingatkan, memberikan pengarahan tapi sekarang hambatan perilaku sudah marak di mana saja khususnya.
Anak muda yang enggan menyapa, anak muda yang suka tertawa tanpa memperhatikan lingkungannya. Bahkan sesama teman saling siku, menggunjing dan membully.
Namun di sisi lain pemerintah justru akan memberikan mata pelajaran baru yang serasa hal baru bagi siswa di desa.
Apa korelasinya antara coding dan karakter? Tentu butuh waktu untuk menyiapkan segala sesuatu. Lebih penting menyiapkan karakter atau menyiapkan coding meski hanya pilihan
Menurut informasi pelaksanaannya akan menyesuaikan dengan kesiapan masing-masing sekolah, baik dari sisi guru, sarana, maupun prasarana.
Bagi guru desa yang terpenting adalah pembentukan karakter yang sekarang menjadi sangat penting. Bila salah guru akan tetap bertahan untuk mengingatkan di sekolah
“Kami merencanakan coding menjadi mata pelajaran pilihan. Di SD, kemungkinan besar dimulai dari kelas 4, 5, atau 6, tergantung kesiapan sekolah. Di SMP, penerapannya juga akan disesuaikan dengan kemampuan guru dan fasilitas yang ada,” ujar Mendikdasmen
Kabarnya coding itu fleksibilitas dalam penerapan di kelas.
Informasi yang beredar Mendikdasmen menegaskan bahwa penerapan coding di sekolah tidak akan bersifat wajib, melainkan pilihan.
Dikatakan pilihan sebab dilakukan untuk memberikan keleluasaan kepada sekolah dalam menentukan apakah mereka siap menyelenggarakan pembelajaran coding.
Menurut Anda mana yang lebih utama antara menangani hambatan perilaku dengan hambatan coding? Semoga semua dapat tertangani dengan baik
“Jika sekolah merasa siap, mereka bisa menyelenggarakannya. Namun, jika belum, tidak masalah. Coding ini lebih sebagai bentuk keunggulan tambahan bagi sekolah yang mampu mengimplementasikannya,” ungkap Abdul Mu'ti
Lalu bagaimana integrasi dengan Mata Pelajaran lain khususnya bagi yang belum memahami hal itu?
Konon katanya sih coding integrasi dengan mata pelajaran Keterampilan, tapi sekali lagi butuh waktu.
Selain itu coding juga sebagai mata pelajaran mandiri, coding juga dapat diintegrasikan ke dalam pelajaran keterampilan seperti prakarya.
Informasi yang pernah disampaikan beredar bahwa pembelajaran coding bisa menjadi lebih fleksibel dan tidak membebani alokasi jam pelajaran.
Selamat menjalankan tugasnya untuk masa depan Indonesia kuat karena guru hebat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H