ANTARA GEROBAK DAN PESAWAT
( Mentalitas Kerja di Antara Kecenderungan Mentalitas Nasional )
Oleh : Umbu Tagela
Pengajar di UKSW Salatiga
Antara gerobak ( pedati ) dan Pesawat, demikianlah ilustrasi antara mentalitas kerja kita yang sekarang sedang berjalan dan mentalitas nasional yang kini sedang berlangsung pula.
Gerobak dan Pesawat, dua sarana yang sama-sama di hasilkan oleh tangan dan hati serta pikir manusia. Tetapi dua sarana itu mewakili dua jamannya masing-masing. Jaman kita barangkali masih merupakan pertemuan dari keduanya, paling tidak tersentuh singgungnya.Mentalitas, saya maksudkan sebagai sikap dan pandangan terdalam atas sesuatu ( dalam hal ini kerja ), dalam kaitannya dengan nilai-nilai tertentu ( misalnya kekristenan ) dan kecenderungan yang ada dalam kehidupan masyarakat dan bangsa kita kini.
Kerja Untuk Apa? ini adalah sebuah pertanyaan, dan kadang kala tidak perlu di jawab. Mengapa ? karena kita sudah terbiasa bekerja tanpa perlu di tanya untuk apa itu di kerjakan. Kalau kala ini kita di perhadapkan dengan pertanyaan itu, dan baiknya kalau kta mengerutkan jidat sebentar. ‘Oh ya, kerja untuk apa ? ‘. Jawab atas pertanyaan ini bisa kita dapatkan dari diri ( berdasar atas pemahaman dan kesadaran ) kita masing-masing tetapi bisa pula kita dapatkan dari nilai-nilai yang kita akui kebenarannya di dalam kehidupan kita, misalnya, ajaran agama, pandangan masyarakat dan pandangan hidup kita. Persoalannya ialah, yang mana dari antara nilai-nilai itu yang kita anggap sebagai milik kita ; ajaran agama ? pandangan masyarakat ? atau pandangan hidup bangsa ? Sebagai generasi muda ( Kristen ) yang juga adalah generasi muda bangsa, kita perlu mempertanyakan hal tersebut diatas dalam rangka nilai-nilai keimanan kita ( termasuk iman kristen ) .
Dalam ajaran ( Kristen ) di sebutkan bahwa manusia adalah makhluk mulia yang di beri mandat untuk bekerja. Mandat itu, Begitu menurut Alkitab ( Kejadian 1 ) di berikan Tuhan dengan maksud agar manusia memuliakan Tuhan Allah. Membuat manusia itu sendiri sejahtera, sesama ciptaan sejahtera, dan bahkan alam semesta ini terpelihara dengan baik. Melalui pekerjaan manusia, Tuhan di hormati dan di muliakan.
Di samping tujuan religius yang berpusat pada memuliakan tuhan, tujuan lain dari mandat budaya itu ialah untuk membuat manusia sejahtera hidupnya di dalam pergaulannya dengan sesama, dengan alam dan dengan Tuhannya. Dengan kata lain, manusia melalui pekerjannya dan di dalam ia bekerja, memperoleh sesuatu yang membuat hidupnya  semakin baik, lahir maupun batin. Itulah sebabnya kita sering berkata, bahwa tujuan bekerja ialah mencari dan mengusahakan : pengembangan kepribadian, kepuasan batin dan nafkah. Secara ringkas, mandat budaya bekerja itu dapat di simpulkan yakni untuk menyatakan kemuliaan Tuhan, untuk memenuhi kebutuhan serta pengembangan pribadi dan kesejahteraan alam semesta.
Norma-Norma Kerja Kita sudah tahu untuk apa kita bekerja. Pertanyaan kita ialah apa yang menjadi patokan penilaian atas kerja kita itu ? Dan bagaimana suatu pekerjaan dapat di nilai baik, kurang baik, dan tidak baik ? Ambillah misalnya, pekerjaan pelayanan kristen, dan sedikitnya bisa kita jajarkan norma-norma seperti : adakah di dalam bekerja itu kita mengucap syukur dan memuliakan Tuhan ? apakah kerja kita memang di lakukan dengan benar, jujur, adil dan penuh kasih ? atas dasar norma-norma itu, semua pekerjan dan pelayanan kita di ukur dan di nilai. Mentalitas kerja kita haruslah berlandaskan kebenaran, kejujuran dan keadilan dan cinta kasih. Bila tidak, maka kita bisa mengatakan bahwa mentalitas kerja kita salah dan tidak cocok dengan nilai kekristenan. Begitu pula dengan hasil pekerjaan yang kita lakukan, harus menyatakan kebenaran, kejujuran, keadilan dan cinta kasih dan syukur. Oleh sebab itu, Â di dalam kita menilai kerja dan hasilnya, tidak cukup hanya dari salah satu aspek kerja, misalnya dari motivasi kerja saja, tetapi juga cara kita bekerja. Sebab, walaupun motivasi bekerja kita baik, tetapi cara kita melakukan kerja itu tidak baik, maka hasilnyapun tidak baik. Sebaliknya, walaupun motivasi bekerja kita salah/keliru, tetapi cara bekerja kita lebih baik, maka hasilnyapun akan baik. Demikianlah, hasil suatu kerja sangat di tentukan oleh motivasi dan cara kita kerja .
Dengan demikian, dapat kita katakan bahwa bekerja atau kerja itu dilakukan dengan penuh dedikasi, atau dengan penuh jiwa pengabdian. Mengabdi kepada siapa ? Kepada majikan, kepada pemimpin ? bukan ! kita memang melakukan pengabdian dan menghamba, tetapi bukan kepada majikan atau pemimpin, melainkan kepada Tuhan Allah. Bekerja atau kerja atas dasar pengabdian tidak bisa di ukur dengan uang atau terpenuhinya kebutuhan hidup  pribadi dan keluarga. Bekerja atau kerja atas dasar imbalan semata-mata, sesungguhnya telah menurunkan nilai kerja itu sendiri, dan inilah yang di namakan kerja tanpa pengabdian. Memang pengabdian menuntut pengorbanan, perjuangan dan penerimaan atas segala resiko yang pahit. Walau begitu, seseorang yang bekerja atas dasar pengabdian, tidak akan pernah merasa kecewa, putus asa dan frustasi, karena yakin bahwa ia bekerja bukan semata-mata untuk diri sendiri, terutama untuk tuhan sebagai wujud ucapan syukur dan terima kasih atas keselamatan yang di berikan tuhan kepadanya.