Mohon tunggu...
umbu ole
umbu ole Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta dan pemerhati politik

Saya adalah seorang pemerhati masalah-masalah politik dan sosial kemasyarakatan di negeri ini.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penolakan Penerbitan Sertifikat Lahan Lukas Bobo Riti di Sumba Barat Daya

6 Oktober 2023   06:51 Diperbarui: 9 Oktober 2023   07:14 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen sendiri: Lukas dan Keluarganya seusai menghadap Kepala BPN SBD

Presiden Jokowi Dan Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto Harus Selamatkan Hak Rakyat Kecil

Sebuah video yang sedang media sosial, yang diunggah oleh akun tiktok , Youtube dan Facebook Lukas Bobo Riti menggegerkan jagat maya. Hal itu dilatarbelakangi oleh penolakan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumba Barat Daya (SBD), Propinsi Nusa Tenggara Timur, Yusac Benu, untuk memproses sertifikat lahan atas nama Lukas Bobo Riti. Lahan seluas kurang lebih 6 hektar, di pinggir pantai Oro, Desa Pogotena, Kecamatan Loura, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT, bila dirupiahkan dengan nilai pasaran saat ini mendekati 10 milyar rupiah. Sebuah nilai ekonomi yang sangat besar, namun sia-sia karena tidak diproses kepemilikannya oleh kepala BPN SBD. Alhasil, Lukas Bobo Riti dan keluarganya harus menelan pil pahit dan kehilangan haknya atas lahan tersebut.

Menurut pengakuan pemilik/pemohon, Lukas Bobo Riti, ada tiga alasan penolakan penerbitan sertifikat lokasinya oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Yusac Benu, yang disampaikan secara langsung kepada Lukas Bobo Riti, selaku pemohon sertifikat.

Alasan Pertama, Kepala BPN SBD menyatakan bahwa dua kapling lokasi dengan luas masing-masing sekitar 2,5 hektar dan 3,5 hektar sudah bersertifikat. Akan tetapi menurut pengakuan pemohon, lokasi yang dimaksudkan oleh kepala BPN SBD, Yusac  Benu, bukanlah lokasi yang pemohon ajukan. Karena lokasi yang pemohon ajukan belum pernah dibuatkan sertifikat ataupun dipindahtangankan kepada siapapun sampai dengan saat ini. Hal ini dikuatkan dengan surat rekomendasi yang telah dikeluarkan oleh pihak pemerintahan setempat, yaitu kepala Desa Pogotena dan Camat Loura bahwa lokasi tersebut layak diajukan sertifikatnya. Rekomendasi dari Kepala Desa dan Camat Loura terkait status tanah dan ijin mengurus sertifikat kepemilikan lahan tersebut sudah disampaikan kepada pihak BPN SBD oleh pemohon sebagai persyaratan pengurusan sertifikat dimaksud. Namun yang sangat disayangkan oleh pihak pemohon yaitu kepala BPN SBD, Yusac Benu, mengambil keputusan tanpa melakukan peninjauan lokasi secara langsung, walaupun pihak pemohon sudah memohon kepala BPN untuk turun langsung pengecekan di lapangan. Dan yang lebih membuat pemohon kecewa yaitu pihak BPN belum pernah melakukan pengambilan batas yang disaksikan oleh para pihak terkait atas lokasi yang diajukan pihak pemohon.

Di sisi lain, berdasarkan pengakuan pemohon bahwa lokasi ini sudah diproses lebih dari satu tahun, namun sampai dengan berita ini diturunkan, belum ada satu pihak manapun yang mengajukan keberatan baik secara lisan maupun tertulis atas lahan tersebut. Bilamana lokasi itu sudah bersertifikat, maka semestinya sudah ada pihak tertentu yang mengajukan protes atas pengajuan sertifikat atas lokasi tersebut oleh pemohon. Sementara itu, pihak Kepala Desa Pogotena dan Camat Loura menyampaikan bahwa mereka belum pernah menerima laporan atau permohonan rekomendasi pengurusan sertifikat atas lahan tersebut sampai dengan saat ini. Ke dua aparatur pemerintahan tingkat bawah dan merupakan wilayah operasional mereka menegaskan bahwa status kepemilikan lokasi dimaksud masih berada di tangan Lukas Bobo Riti dan keluarganya.

Bertolak dari fakta di atas, muncul pertanyaan, ada apa dengan kepala BPN Sumba Barat Daya dan teamnya??? Melihat kondisi seperti ini, sudah seharusnya Menteri ATR/BPN RI, Hadi Tjahjanto dan Presiden Jokowi turun tangan untuk menyelamatkan hak-hak rakyat kecil yang diabaikan oleh para pejabat di daerah dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Alasan kedua, Kepala BPN SBD menyampaikan kepada pemohon, Lukas Bobo Riti, bahwa lokasi itu merupakan kawasan Sempadan Pantai. Akan tetapi berdasarkan Peraturan daerah kabupaten Sumba Barat Daya nomor 2 tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2020-2040, secara jelas menunjukkan bahwa lokasi yang diajukan pemohon itu tidak masuk kawasan Sempadan Pantai. Hal ini dikuatkan dengan rekomendasi/pernyataan Bebas Kawasan yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten Sumba Barat Daya, nomor 426/UPTD-KPH/VI/SBD/2022 bahwa lokasi pemohon terletak di luar Kawasan. 

Di samping itu, perlu disampaikan bahwa dari hasil pengecekan fisik, lokasi tersebut berbatasan langsung dengan tebing, dan bukan pantai secara fisik sebagaimana ketentuan Sempadan Pantai yang tertuang dalam Perpres nomor 51 tahun 2016. Hal lain yang juga menjadi pertanyaan masyarakat yaitu bahwa kapling tanah di samping kiri dan kanan lokasi yang diajukan, sudah dibuatkan setifikat Hak Milik oleh pihak BPN SBD, bahkan ada yang sertifikatnya baru diterbitkan pada tahun 2022. Pertanyaannya, mengapa Kepala BPN SBD bertindak diskriminatif terhadap masyarakat kecil. Apakah ketentuan sempadan pantai itu berlaku hanya untuk orang-orang tertentu, khususnya rakyat kecil, sementara para pemilik modal, hal itu tidak berlaku? Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto sudah saatnya menindak tegas aparatur pemerintahan di bawah kementeriannya agar ada kepastian hukum dan kesamaan hak di masyarakat. 

Sebagai informasi tambahan bagi pihak kementerian bahwa saat ini banyak hotel-hotel dan vila-vila mewah berdiri di kawasan yang semestinya merupakan kawasan sempadan pantai, akan tetapi diberikan ijin oleh aparatur negara di daerah. Hal ini bisa menjadi pintu masuk bagi kementerian ATR/BPN untuk melakukan penertiban atas aparaturnya di daerah, supaya masyarakat kecil tidak menjadi korban atas kesewenang-wenangan pejabat daerah.

Dokumen Penulis: Lukas dan Keluarganya saat berada di lokasi obyek pengajuan
Dokumen Penulis: Lukas dan Keluarganya saat berada di lokasi obyek pengajuan

Alasan Ketiga, Kepala BPN SBD menyampaikan bahwa tidak memproses sertifikat Lukas Bobo Riti dengan alasan bahwa akan menutup akses orang-orang yang berada di belakangnya. Tentu saja ini merupakan alasan yang dibuat-buat dan tanpa ada dasar hukum dari seorang pejabat negara, maka patut untuk dipertanyakan. Apakah ada aturan dan dasar hukum di republik yang kita cintai ini bahwa bilamana ada orang lain di belakang kita, maka orang di bagian depannya tidak diperbolehkan menerbitkan sertifikat atas lahan miliknya. Ini sebuah alasan yang sangat tidak masuk akal dan sangat mencederai rasa keadilan dan akal sehat. 

Mohon Menteri ATR/BPN RI, Hadi Tjanjanto, untuk mendidik para aparaturnya di bawah supaya memiliki pengetahuan yang cukup dan daya nalar yang tidak asal-asalan. Kita harus bersepakat bahwa sebuah aturan atau ketentuan bertujuan untuk melindungi hak seluruh warga negara tanpa membeda-bedakan, termasuk rakyat kecil di Desa Pogotena, Kabupaten Sumba Barat Daya, yang hak-haknya dikriminalisasi oleh BPN SBD, hanya untuk melindungi kepentingan para pemilik modal, dalam hal ini, pihak-pihak yang telah membeli sebagian lahan rakyat kecil.

Bila mencermati ketiga alasan yang disampaikan kepala BPN SBD, Yusac Benu, di atas, sesungguhnya menimbulkan pertanyaan besar bagi kita semua, khususnya bagi pemohon, Lukas Bobo Riti, yang mengaku sebagai orang buta huruf dan tidak berpendidikan tinggi. Menurut Lukas, bilamana lokasi tersebut sudah memiliki sertifikat, lalu mengapa Yusac Benu memunculkan alasan kedua, yaitu lokasi tersebut masuk Kawasan Sempadan Pantai? Dari sini dapat disimpulkan bahwa ada lokasi lain yang dimaksudkan oleh Yusac Benu. Dan lokasi yang dimaksud Yusac adalah lokasi yang diajukan oleh Lukas dan keluarganya. Dengan demikian alasan pertama yang menyatakan bahwa lokasi sudah bersertifikat gugur dengan sendirinya. Selain itu, mengacu pada ketentuan perundang-undangan, bilamana benar itu merupakan kawasan Sempadan Pantai, mengapa BPN SBD berani mengeluarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas lahan tersebut.

Lalu pertanyaan kedua, bilamana lokasi tersebut benar sudah ada sertifikatnya, lalu lokasi mana yang dijadikan alasan oleh Kepala BPN SBD untuk tidak menerbitkan sertifikat atas lahan pemohon karena menutupi akses para pihak yang sudah memiliki sertifikat, tegas Lukas Bobo Riti. Dari alasan yang disampaikan kepala BPN SBD, selain tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan tidak berkeadilan, alasan tersebut cacat logika, karena tidak mungkin lokasi yang sudah ada sertifikatnya menutupi dirinya sendiri. Dari alasan tersebut dapat disimpulkan bahwa ada lokasi lain yang belum memiliki sertifikat yang dimaksud oleh Yusac Benu, yang tidak lain adalah lokasi milik Lukas Bobo Riti.

Berdasarkan ketiga alasan yang disampaikan secara sepihak oleh Kepala BPN SBD, Yusac Benu, yang sama sekali tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan saling bertentangan satu sama lain, maka kami meminta bantuan Menteri ATR/BPN RI, Hadi Tjanjanto, dan Presiden Jokowi untuk segera turun tangan menyelamatkan hak rakyat kecil yang tertindas, dan menyelesaikan proses penerbitan sertifikat kami, demikian permintaan pemohon, Lukas Bobo Riti.

Semoga di Republik ini tidak ada lagi pejabat-pejabat negara yang dengan tahu dan mau telah melakukan kriminalisasi terhadap hak rakyat kecil dengan sewenang-wenang tanpa alasan yang dapat diterima secara nalar. Tentu saja kita tidak ingin memiliki pejabat negara yang bertindak sewenang-wenang atas nama kekuasaan, tanpa memiliki jiwa sebagai pelayan masyarakat yang bertindak adil dan bijaksana. Oleh karena itu, kami berharap Menteri Hadi Tjanjanto dan Presiden Jokowi segera melakukan evaluasi serius terhadap kinerja kepala BPN SBD khususnya, dan pejabat-pejabat lainnya di bawah koordinasi Kementerian ATR/BPN, agar julukan sebagai Pelayan masyarakat tidak hanya sebuah slogan semata, akan tetapi bisa diimplementasikan dalam tindakan nyata. Kita berharap Menteri ATR/BPN RI dan Presiden Jokowi segera turun tangan untuk menyelesaikan persoalan Lukas Bobo Riti di BPN SBD dan negara harus hadir untuk melindungi hak-hak rakyatnya untuk menghindari masyarakat mencari keadilan dengan cara mereka sendiri. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun