PENDIDIKAN, KNOWLEDGE atau SERVICE INDUSTRY
Umbu Tagela
Â
Seiring dengan berjalannya waktu, pandangan terhadap lembaga pendidikan yang semata-mata sebagai lembaga sosial penyedia peluang pendidikan bagi masyarakat mulai mengalami pergeseran makna secara substansial terutama bagi lembaga pendidikan swasta.Â
Penyebab pergeseran itu disebabkan oleh beberapa hal antara lain: (1) Maraknya lembaga pendidikan  swasta yang tumbuh bagai jamur di musim hujan, disamping makin besarnya volume kebutuhan dakhil, menyebabkan makin menurunnya kekuatan sumber dana dari  (lembaga keagamaan dan filantropis domestik dan internasional, yang selama ini menjadi tulang punggung atau penyandang dana operasional).Â
(2) Perkembangan ekonomi domestik dan global meningkatkan tuntutannya pada penyelenggaraan pendidikan yang selama ini berkutat hanya pada aras kompetensi, yang semakin tinggi dan professional (misalnya penerapan konsep kurikulum berbasis kompetensi), untuk memberi perhatian pada mobilitas pengetahuan dan ketrampilan yang semakin deras melewati batas-batas negara, bahkan menjurus kearah maya (virtual).Â
(3) Meningkatnya tuntutan kebutuhan dalam bidang pendidikan; dimana tuntutan itu hanya bisa diperoleh dengan uang, menyebabkan pihak penyelenggara dan pelaksana pendidikan mesti memperhitungkan secara cermat aspek penerimaan dan pengeluaran.
Fenomena empirik di atas, makin menguatkan cara pandang terhadap lembaga pendidikan sebagai lembaga yang semakin bersifat ekonomi. Jhon Ihalauw (1998) mengatakan lembaga pendidikan merupakan "knowledge indusrty atau "service industry". Konsekuensi logis dari pandangan ini adalah lembaga pendidikan harus bersaing berdasarkan nilai tambah yakni kualitas.
Defacto, fenomena -- fenomena tersebut di atas telah menghablur (kristal) dalam upaya lembaga pendidikan meningkatkan kinerjanya. Tetapi dejure belum ada pengakuan eksplisit terhadap lembaga pendidikan sebagai lembaga ekonomi.Â
Pada hal fakta menunjukan lembaga pendidikan sebagai kowledge idustry atau service industry telah berlangsung lama, seperti kewajiban membayar pajak badan, pajak penghasilan, keikutsertaan dalam Jamsostek, membayar pajak sebesar US$ 100 bagi setiap tenaga asing yang dipekerjakan, penetapan standar akreditasi profesi.
Hal yang pasti adalah bahwa Pemerintah dalam berbagai kebijakannya langsung atau tidak telah memeterai lembaga pendidikan sebagai lembaga ekonomi. Salah satu kebijakan Pemerintah yang mengarah kepada pemaknaan lembaga pendidikan tinggi sebagai lembaga ekonomi adalah kebijakan otonomi Perguruan Tinggi.Â