Mohon tunggu...
Umbu Nababan (florianus Paulus Ngera)
Umbu Nababan (florianus Paulus Ngera) Mohon Tunggu... -

biasanya saya di panggil umbu, ato terkadang di panggil umbu nababan, umbu spiderno,umbu bali\r\nsaya mahasiswa arsitektur warmadewa, asal waingapu,sumba timur,ntt http://umbuspiderno.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bidadari Tenggara

1 Oktober 2014   22:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:45 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku hanya terdiam, ingin kunikmati saat saat ini, mungkin inilah cara yang terbaik membayar lunas kepergianku belasan tahun lalu. Menemani kebersamaan ini dan berharap waktu bergerak dan lebih lambat, mungkin sempat terpikir andaikata aku bukan orang sumba, namun ada yang terikat kuat di tanah ini, aroma ilalang ini, kerlip gemintang yang berpendar benderang, atau bibir merah merekah yang melekat pada bibir apu ataupun rambu.

******
Semenjak kejadian hari itu, aku memutuskan menghilang dari hadapan Linda, hampir lima tahun ku hidup dalam belantara hutan di Sumba, menanam beberapa pohon seperti gaharu atau cendana, dengan harapan bisa melupakan Linda, sempat sesekali berkujung ke rumah orang tuaku sekedar mencari kabar tentang mereka dan Linda, ku dengar kabar bahwa dia sudah memiliki satu anak perempuan, namun yang menjadi kekecewaanku, ku dengar kabar kalau suaminya sering bertindak kasar pada Linda, sampai satu saat ku dengar kabar bahwa Linda telah meninggal dunia, dan ketika ku tiba dirumah ternyata Linda telah meninggal seminggu lalu, katanya karena bunuh diri, entah alasan apa, dan adik perempuannya yang bungsu memberikan sepucuk surat untuk ku. Aku kini hanya meratap di kuburanya, Sambil bersimpuh di nisannya ku baca surat itu, dan tak kusadari air mataku membasahi nisannya. Entah penyesalan atau kesendihan.

Umbu mirri tercinta,
Ku tulis surat ini ketika senja menjadi penentramku, namun  ini menjadi senja terakhirku, ku kirimkan kembali senja padamu bersamai sepoi angin yang lirih serta nyala api yang memanggang langit biru nan pucat,

Bagaimana kabarmu kak? Kenapa menghilang lagi? Apakah kau tau ketika rindu sudah tumpah ruah dalam denyut jantungku aku hanya bisa menuju bukit itu, berharap belati senja menikam dan membunuh rindu padamu

Kadang di bukit ini dari kejauhan kulihat camar, perahu kecil di lautan namun aku paling menyukai sungai di bawah perbukitan ini kak, sejauh apapun perjalanannya selalu menuju pada lautan yang sama dan lautan itu selalu setia menanti, tak pernah lautan menghindarinya kak, aku ingin seperti sungai itu kak, menuju mu!Namun aku tak seberani itu,
kelak senja ini adalah senja terakhirku, yang ku peruntukan hanya untukmu kak, semenjak kepergianmu yang pertama kali aku telah memilih mengaliri lautan hatimu, dan kini aku yang memilih pergi kak, dan mati di hatimu

Kak, kelak di tanah suci yang mereka sering sebut surga, tak ada lagi batasan antara kita berdua dan ku yakin disana kau tak akan pernah pergi menghilang kak!
Kak aku kangen!!!

Waingapu, agustus, 2014
Lambakara : desa di kecamatan Pahunga Lodu, Sumba Timur , NTT
Mangili : salah satu wilayah di Sumba Timur
Umbu Mirri : tuan, yang menunjukan kepemilikan
Maramba : bangsawan
Ata : hamba
Eri : adik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun