Kebutuhan pemanis yang semakin meningkat, diperlukan pemanis alami lainnya yang aman bagi kesehatan dan tentu memenuhi kebutuhan pemanis di Indonesia.
Stevia, kata Ana, dapat menjadi solusi untuk menjawab tantangan tersebut. Pada proses pengembangan stevia khususnya di Indonesia membutuhkan benih unggul bersertifikat sehingga dapat menghasilkan stevia yang bermutu, berkualitas baik, dan berdaya saing.
Menguntungkan secara ekonomi
Dampak dari penanaman stevia di Minahasa, Sulawesi Utara, misalnya, kata Ana, sangat dirasakan oleh para petani karena menguntungkan dari segi ekonomi. Stevia dapat membuka lapangan usaha bagi masyarakat. Hasil panennya juga sangat cepat.
"Setiap bulan bisa panen dalam kondisi tertentu. Pemotongan daun stevia dilakukan secara singkat dan langsung timbul tunas baru. Begitu seterusnya," kata Ana.
Secara umum, wilayah Jawa menjual daun stevia segar sekitar Rp 250.000 hingga Rp 300.000 per kilogram, sedangkan daun stevia kering berkadar air 8 persen bervariasi, Rp 20.000 hingga 30.000 per 100 gram.
Namun, di Minahasa daun stevia kering berkadar air 12 persen dijual dengan harga 16.000 per kilogram. Ekspor perdana stevia sebanyak 1.200 ton ke Korea Selatan terjadi pada Juli 2021.
"Peluang usaha sangat terbuka lebar bagi para investor dan pelaku usaha agar perkembangan stevia ini dapat berkelanjutan," pungkas Ana.
Peserta Mimbar Iqra acara sangat antusias dalam sesi tanya jawab. Berbagai pertanyaan terkait teknologi pengolahan, aspek kesehatan, dan pasar industri pangan terkait Stevia menjadi sorotan utama dalam diskusi.
Selain mahasiswa lintas prodi UM Bandung, Mimbar Iqra edisi kali ini juga dihadiri sebagian mahasiswa Universitas Al-Ghifari. Hadir pula penggagas Mimbar Iqra Roni Tabroni dan Wakil Rektor I UM Bandung Hendar Riyadi.***(FA)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H