Mohon tunggu...
Umar Zidan
Umar Zidan Mohon Tunggu... wiraswasta -

I'm not a writer...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Turun ke Bawah Naik ke Atas

3 Oktober 2016   02:07 Diperbarui: 3 Oktober 2016   02:48 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Percaya boleh, tidak percaya pun boleh,atas kebenaran bahwa “turun itu ke atas naik itu ke bawah”, tapi perlu saya tekankan, soal percaya dan tidak percaya tidaklah penting, yang penting adalah mari kita bego bareng, agar pembacaan anda selanjutnya pada tulisan ini menjadi serasi dan harmonis, karena jika kita pinter bareng maka kita tidak akan dapat memetik hikmah maha penting dari suatu bentuk kebegoan.

Bego dan pintar sebenarnya seiring sejalan, karena seiring sejalan itulah mereka tidak akan pernah bersilangan jalan dan tidak akan pernah bertemu di perempatan jalan. Bego adalah titik awal dari pintar, begitupun sebaliknya pintar adalah titik awal dari bego bego berikutnya.

Sampai disini, apakah kita bisa sepakat untuk bego bareng, karena jika anda masih ngotot untuk pinter bareng, saya akan menunggu sampai anda bego dulu. Ahay saya taupertanyaan anda, simpan dulu sampai anda bersedia untuk bego.

Mengapa melantur menjadi bego dan pinter, ah bukan , sama sekali tidak melantur dari perkara “turun naik”. Kedua-dua perkara baik tentang “turun naik” dan “bego pintar” memiliki makna yang sama, misalnya begini , sebelum naik kereta kita harus turun angkot dulu, begitu pula untuk pinter, kita harus bego dulu. 

Saya berharap sampai disini anda mau mengerti, mengapa saya ngotot minta untuk bego bareng, karena kalau anda berada di posisi pinter , pastinya, dan saya berada di posisi bego, ini juga pasti, maka pembacaan anda pada tulisan ini , anda akan selalu memutar otak untuk membego-begokan saya, berbeda jika anda bersedia bego bareng, maka itu lebih baik, karena pepatah mengatakan sesama orang bego dilarang saling membego-begokan, meski pun sebenarnya anda hanya pura-pura bego, sedang saya bener-bener bego. 

Baiklah, mungkin anda sudah penat dengan perkara bego bareng, saya anggap saja anda menerima kesepakatan untuk bego bareng, baik bego bareng dengan ikhlas maupun bego bareng kepaksa, tidak menjadi soal. Yang menjadi soal adalah jika bego bareng se Indonesia , mau jadi apa bangsa ini, sedangkan bila pinter bareng se Indonesia, jelas menjadi bangsa pinter. Jadi jika anda pinter mari berbagi kepinteran itu untuk bangsa ini, janganlah membego-begokan bangsa sendiri.

Lantas mana pembahasan perkara “turun ke atas naik ke bawah”, ah kan saya sudah peringatkan mari kita bego bareng, sebab kalimat itu adalah bentuk kalimat bego, sedangkan bentuk pinternya “Ketika ada jalan naik , ingatlah didepan ada jalan turun”. Jika anda bolak-balik kalimat pinter itu maka inshaAllah kita tidak akan tersesat pada kesombongan, macam Firaun ketika sedang di puncak kekuasaan, sebaliknya ada kearifan agar kita tetap pada keimanan dan semangat untuk berjuang ketika jalan sedang menurun, seterjal apapun jalan turun itu.

Kok jadi mengguru-gurui gitu, oh tidak tidak, sekedar pengen nulis terilhami dari kasus Marwah Daud dan Kanjeng Dimas, keduanya orang pintar. Sang Kanjeng pinter membego-bego'i orang lain, sedang Marwah Daud orang pinter yang tidak sadar , bahwa pinter adalah awal dari kebegoan, maka terjadilah bego berjamaah. Akibat parah bagi Kanjeng membego-begoin orang adalah masuk bui, sedangkan bagi Marwah Daud terjerambab pada kepinteran yang hina, dan bagi yang dibego-begoin, hilang deh tuh duit, maruk sih.

Sekarang mari kita sudahi kesepakatan bego bareng, segera kembalilah pada kepinteran anda, jangan ngotot untuk tetap bego bareng saya, nanti bener-bener bego, Indonesia siapa yang urus.

Wassalam, 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun