Mohon tunggu...
Umar Lubis
Umar Lubis Mohon Tunggu... -

Entrepreneur. Aktor, Praktisi Media (Publisher), Aktivis Sosial, Seniman

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

BAHAN BAKAR NERAKA MELAMBUNG TINGGI

12 April 2015   22:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:12 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita mungkin sudah sama-sama sering mendengar tentang dosa dan balasannya. Dari dosa kecil, sedang, besar sampai yang terbesar yaitu mensekutukan Allah. Bahkan ketika tidak sengaja membunuh pun, seseorang harus membayar ganti rugi kepada keluarga korban yang terbunuh. Hal  ini termasuk dosa besar karena berdampak bagi kehidupan orang lain.

Tapi kadang kita lupa terhadap dosa yang dapat menjadikan kita sebagai bahan bakar (baca: kerak) neraka, yaitu munafik. Allah telah melaknat orang munafik dan akan menempatkannya di lembah neraka yang paling dalam. Bahkan tidak ada seorangpun yang dapat menolong mereka (QS An Nisa 145).

Kalau kita imajinasikan, sesuatu yang terbakar dibagian paling bawah, akan menjadi bahan bakar untuk membakar sesuatu yang berada diatasnya. Berarti,  sebuah dosa yang menarik ini bukan hanya membakar dirinya sendiri tapi juga membakar  dosa-dosa lain diatasnya yang bahkan lebih besar darinya.

Kenapa bisa kita sebut menarik? Karena perbuatannya kepada sesama manusia tetapi Allah yang menanggung dan membalasnya. “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka” (QS An Nisa 142)

Siapakah orang-orang yang menarik itu? Munafik adalah orang yang nifaq, antara lahir dan batinnya tidak sama (bertolak  belakang). Didepan ngomong apa dibelakang ngomongnya lain. Urusan dunia dan akhirat dipisah. Hati dan mulut berbeda. Ilmu yang disandang jauh dari amalan. Tanda-tandanya dapat dikenali, yaitu: jika berbicara ia dusta, jika berjanji ia mengingkari dan jika diberi amanah ia berkhianat ( Hadits ke-33 Shahih Bukhari).

Tanda-tanda tersebut di zaman kelangkaan bahan bakar ini sudah tidak asing lagi. Mungkin kita  mengenal seseorang yang mempunyai tanda itu atau bahkan mungkin diri kita sendiri yang mempunyai tanda pengenal itu dengan jelas menempel di dada kirinya. Mulai dari lingkungan kemasyarakatan, politik, pekerjaan bahkan kerabat.
Rasulullah saw menjelaskan bahwa berdusta akan merusakkan kata-kata, berkhianat akan merusakkan perbuatan dan melanggar janji akan merusakkan niat. Sebab melanggar janji sangat tercela di hadapan manusia apalagi di hadapan Allah swt.

Biasanya kalau sudah melakukan tanda-tanda tersebut, kita akan dengan mudah melakukan dosa-dosa lainnya. Memfitnah, merasa benar sendiri, su"udzon terhadap orang lain, manipulasi, spekulasi, mengambil hak orang lain dan sebagainya. Apalagi lingkungan dan keterbatasan wawasan menjadi sumbu pendek yang dengan cepat membakar kompor kemunafikan. Bukankah dalam berbisnis dan berpolitik, berdusta dan tidak menepati janji adalah hal yang lumrah sekarang ini? Tapi sampai kapan?

Satu contoh: amanah itu bentuknya bisa bermacam-macam. Bisa jadi ia adalah pekerjaan atau profesi yang di dalamnya ada kewajiban yang seharusnya kita penuhi. Bisa jadi ia adalah kepemimpinan yang dipercayakan kepada kita. Bahkan titipan barang dari orang lain agar kita menjaganya, atau rahasia dari orang lain agar kita menyimpannya, semua itu termasuk amanah. Sudahkah kita terbebas dari tanda pengenal itu?
Sunguh menarik sifat-sifat tersebut untuk dijelaskan, karena akan merusak nilai-nilai keimanan dan ketentraman masyarakat (instabilitas). Sifat-sifat tersebut merupakan kejahatan yang berbahaya dan tidak mungkin muncul dari orang yang hatinya itu penuh dengan keimanan.

Dalam dunia politik, mengkhianati amanat merupakan kezaliman terhadap pemilik amanat dan menghilangkan kepercayaan masyarakat. Dalam dunia usaha, khianat identik pencurian. Perbuatan khianat ini dapat terjadi dalam bentuk transaksi, mempermainkan harga dikala paceklik, tidak memperhatikan sesorang yang menjadi tanggungannya, dan lain lain.

Sebagai pengingat diri kita tentang balasan bagi penimbun bahan bakar neraka, sebagai berikut: “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta” (Al-Baqarah [2]:10) dan “Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.  Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk” (Al-Baqarah [2]: 15-16).

Umar Lubis (hanya pernah di Tsanawiyah)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun