Mohon tunggu...
Umar Fauzi
Umar Fauzi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Salah Branding dan Gaya Komunikasi Jenius

18 November 2020   17:21 Diperbarui: 18 November 2020   17:30 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika mendengar kata jenius, apakah yang muncul di otak kalian? Apakah sebuah bank digital atau sekadar e-wallet?. Begitulah branding, sesuatu yang muncul pertama kali di benak seorang customer terhadap suatu perusahaan merupakan hasil dari branding perusahaan itu sendiri. Branding adalah suatu hal yang melekat pada benak seseorang dan jarang atau bahkan sulit untuk diubah.

Jenius sejak berdirinya, memasarkan dan menggembar-gemborkan dirinya merupakan tempat penyimpanan uang yang bisa melakukan transfer tanpa biaya admin kepada bank-bank lain, ditambah lagi fitur-fitur lainnya seperti money saver dan manajemen uang lainnya yang semuanya dapat diakses secara online dengan sebuah aplikasi tanpa perlu ribet pergi ke sebuah bank dan mengantri dari sejak pembukaan rekening hingga urusan-urusan lainnya. Terlihat dari hal tersebut, branding yang dibangun oleh jenius hanya sebatas fitur-fitur yang menjanjikan dan hemat karena tidak merogoh kocek biaya administrasi, tanpa sedikitpun bahkan sangat jarang mensosialisasikan bahwa jenius merupakan suatu bank yang dibawahi oleh bank btpn dan sebagainya. Hal itu jelas membangun citra jenius di mata customer hanya sebagai sebuah e-wallet seperti halnya ovo, gopay, linkaja dll. 

Branding tersebut memang tidak terlalu menghasilkan dampak bagi jenius untuk beberapa waktu, tetapi hal ini jelas terlihat dampaknya ketika jenius memberlakukan denda/biaya administrasi yang mereka sebut feesible.dalam publikasinya, terlihat banyak sekali komentar yang menunjukkan kekecewaan dan mengatakan untuk memindahkan saldo ke e-wallet. Hal ini tentu karena 2 kesalahan jenius dalam melakukan branding. Pertama, jenius selalu menggamborkan bahwa ia merupakan bank yang ramah di kantong mahasiswa sehingga tidak ada kegiatan yang dipungut biaya. Kedua, jenius tidak pernah atau atau sangat jarang mensosialisasikan dirinya sebagai bank, sehingga terbangun citra e-wallet.

Selain itu, hal yang membuat customer kecewa dengan adanya feesible ini adalah, mereka menganggap bahwa ini adalah biaya berlangganan karena memakai jenius, meski pesan yang dibangun dalam dalam publikasi tersebut merupakan pesan empatik, dimana terdapat diksi untuk membangun jenius bersama. Namun karena pesan yang disampaikan terlihat sangat belibet dan berputar-putar, empati yang diharapkan oleh penulis pesan menjadi tidak tersampaikan, padahal jika ingin mengadakan biaya tinggal bilang saja bahwa ia adalah seperti halnya, bank lainnya yang melakukan biaya administrasi sehingga customer tak perlu lama mencerna suatu pesan dan malah menjadi multi-tafsir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun