Mohon tunggu...
Umar Ardhiyanto
Umar Ardhiyanto Mohon Tunggu... Lainnya - santri

Selalu berusaha Istiqomah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Review Buku Hukum Waris Adat

14 Maret 2023   15:25 Diperbarui: 14 Maret 2023   18:52 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Judul            : Hukum waris Adat

Pengarang    : Prof. Hai Hilman Hadikusumu S.H

Editor           :PT. FOTO ADITYA BAKTI BANDUNG

Terbit           :1993

Cetakan        : kelima  Oktober 1993

Buku Hukum Adat Warisan yang ditulis oleh Hilman Hadikusumo memberikan gambaran lengkap tentang hukum adat Indonesia, dimulai dengan penjelasan tentang pentingnya pewarisan bagi berbagai golongan dan daerah. Mata pelajaran waris memang sangat peka terhadap keharmonisan keluarga, oleh karena itu ilmu waris sudah lama diajarkan dan diterapkan di masyarakat adat tertentu. Hukum adat juga efektif dalam penyusunan hukum nasional, karena memerlukan konsep dan asas hukum yang bersumber dari hukum adat, khususnya hukum waris.

Common law dewasa telah bekerja sama dengan waktu, sehingga pengguna common law sangat sedikit di masyarakat, tetapi pengguna common law masih ada hingga saat ini. Untuk itulah penulis membuat buku ini untuk memaparkan hukum waris adat khususnya di Indonesia. Buku ini juga membahas Pancasila dan asas hukum waris yang menyangkut hal semacam itu, pada dasarnya hukum waris hukum adat, karena hukum adat itu sendiri dapat dihayati dan dipraktekkan menurut falsafah hidup Pancasila, tetapi Pancasila dalam hukum waris merupakan kelanjutan dari bidang hukum yang dikandung materi tersebut. Lima Prinsip Hukum Waris menjadi dasar untuk memikirkan dan mempertimbangkan serta merencanakan proses pewarisan sehingga kelanjutan atau pembagian warisan dapat berjalan secara harmonis dan damai tanpa konflik mengenai harta yang ditinggalkan oleh ahli waris yang kembali. Kehidupan setelah kematian.. Hilman Hadikusuma juga menjelaskan dan mengkaitkan pewarisan dengan lima hukum umum dari hukum pertama sampai hukum kelima. Ia menjabarkan peraturan pancasila secara berurutan, antara lain:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa dengan hak waris

2. Berperilaku manusiawi dalam hukum waris

3. Asas kesatuan hukum waris

4. Perintah kerakyatan dengan hukum turun-temurun

5. Harap informasikan diri Anda tentang hukum waris

Untuk memudahkan pembaca, maka penulis membagi kajian hukum waris menjadi 9 bab yang nampaknya sangat padat untuk kajian hukum waris, khususnya kajian hukum waris yang banyak mengupas tentang adat istiadat di berbagai daerah khususnya di Indonesia. tetapi penulis ini bermaksud untuk dapat memberikan keterangan yang lengkap dan terperinci sehubungan dengan hukum waris yang biasa. Penggunaan istilah hukum waris adat dalam hal ini dimaksudkan untuk membedakan dengan istilah-istilah hukum waris Barat, hukum waris Islam, hukum waris Indonesia, hukum waris nasional, hukum waris Batak, hukum waris Minangkabau, hukum waris Jawa, dsb. Oleh karena itu tidak ada keberatan terhadap konsep hukum waris adat atau hukum waris.

Istilah pewarisan dalam kelengkapan ketentuan hukum waris diambil dari bahasa Arab yang telah menjadi bahasa Indonesia, karena dalam hukum waris biasa tidak hanya berarti pewarisan dalam hubungan dengan ahli waris, tetapi lebih luas.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, hukum umum waris adalah hukum umum yang memuat ketentuan-ketentuan tentang sistem dan asas-asas hukum waris, pewarisan, ahli waris dan penerima wasiat, serta tata cara pengalihan harta warisan dari ahli waris kepada ahli waris untuk dikuasai dan dimiliki. Hukum waris tradisional sebenarnya adalah hak untuk mengalihkan harta dari satu generasi kepada keturunannya, dalam hal ini perhatikan pendapat para ahli hukum adat sebelumnya tentang hukum waris.

Jika kita membandingkan hukum waris dengan hukum waris perdata Islam atau Barat, maka perbedaan dan perbedaan cara pembagian harta warisan menjadi jelas. Menurut hukum waris adat, warisan bukanlah satuan nilai, melainkan satuan yang belum terbagi atau dapat dibagi menurut sifat dan kepentingan ahli waris.

Perkebunan normal terdiri dari properti yang tidak dapat dibagi - hak kepemilikan dan properti ahli waris - dan bagian yang dapat dibagi. Harta yang tidak terbagi menjadi milik bersama para ahli waris, tidak dapat dimiliki sendiri-sendiri, tetapi dapat dipergunakan dan dinikmati. Ini bertentangan dengan 1066 paragraf 1 BGB, yang mengatakan: "Tidak seorang pun yang terlibat dalam warisan wajib menerima kelanjutan warisan dalam keadaan tidak terbagi."

Bab IV menjelaskan sistem pewarisan, hal ini sangat penting untuk menjadikannya bagian dari hukum waris, khususnya hukum waris, antara lain:

1. Sistem keturunan

2. Sistem satu pewaris

3. sistem pewarisan kolektif

4. Sistem suksesi walikota

5. Sistem waris Islam

6. Sistem pewarisan Barat

Dari beberapa poin di atas, penulis memaparkan topik-topik tersebut satu per satu dengan sangat gamblang, misalnya dalam kaitannya dengan sistem pewarisan

Secara teoritis, sistem warisan dapat dibagi menjadi tiga karakteristik, yaitu:

A.SISTEM PATRILINEAL, yaitu. sistem pewarisan yang ditarik menurut garis paternal, dimana kedudukan laki-laki lebih terlihat dari pada kedudukan perempuan dalam pewarisan (Gayo, Ve, Batak, Nias, Lampung, Buru, Seram, Nusa Tenggara, Irian)

B. SISTEM MATRILINE, yaitu sistem pewarisan yang ditarik dari garis ibu dimana kedudukan perempuan dalam pewarisan lebih terlihat dari pada kedudukan laki-laki (Minangkabau, Enggano, Timor).

C. SISTEM PARENTAL atau BILATERAL, yaitu. H. sistem pewarisan yang dirancang menurut garis orang tua atau menurut garis bilateral (ayah-ibu), yang tidak membedakan status laki-laki dan perempuan dalam pewarisan (Aceh, Sumatera Timur, Riau, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lain - lainnya).

Sebaliknya, warisan secara umum dipahami sebagai semua harta yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal (warisan), 21) terlepas dari apakah harta itu dibagi atau dibagi atau tidak. Jadi kalau kita bicara tentang harta warisan, berarti kita mempertanyakan harta (ahli waris) seseorang, karena meninggal dan apakah hartanya dibagi, tidak dibagi, atau memang tidak bisa dibagi.

Pengertian umum tersebut berarti bahwa harta warisan dibagi di antara para ahli waris dan pemilikan harta warisan tidak berarti harta individu mutlak tanpa fungsi sosial. Karena menurut undang-undang, kepemilikan harta warisan masih diwarnai dengan sifat kerukunan dan kebersamaan, maka tetap dipengaruhi oleh rasa kekeluargaan dan rasa keutuhan ikatan kekeluargaan. Memang sebagian keluarga modern tidak lagi berpikir seperti itu, tetapi cara berpikir yang individualistis dan materialistis bukanlah kepribadian Indonesia.

Dalam konteks hukum adat, di mana berlaku prinsip pewarisan perseorangan, setelah kematian seorang ahli waris, pada prinsipnya semua anggota keluarga, laki-laki atau perempuan, tua atau muda, dewasa atau anak-anak, berhak atas bagian warisannya. Setelah atau setelah meninggalnya putra mahkota, berkumpulnya anggota keluarga tidak didasarkan atas meninggalnya putra mahkota, tetapi juga berdasarkan hukum waris. Sikap seperti itu tidak ada dalam warisan kolektif walikota. Pengumpulan ahli waris setelah kematian putra mahkota tidak mengharuskan ahli waris untuk segera membicarakan masalah warisan. Warisan dapat dibicarakan beberapa waktu setelah kematian putra mahkota, atau periode dapat juga terputus karena beberapa ahli waris belum ada, atau karena beberapa ahli waris adat masih di bawah umur, atau karena orang tua mereka masih dapat mengelola warisan. .

Terkesan dengan pemaparan hukum waris adat yang ingin penulis jelaskan ini lengkap dan detail, terlihat dari daftar isi yang sangat ringkas dan detail. Di satu sisi pembaca mendapatkan informasi yang sangat lengkap, di sisi lain pembaca harus mengetahui semua kemungkinan hukum waris langsung dari buku ini karena buku ini mencakup semua hukum waris Indonesia seperti Jawa, Batak, Lampung. Sumatera dan lain-lain, namun buku ini juga menjelaskan sedikit tentang warisan Islam dan warisan hukum.

Untuk mengembangkan karya tulis saran saya buat penulih agar menambahkan contoh-contoh dalam pembagia waris adat dan cara pembagaianya yang adil yang lebih jelas, mungkin di kemudian hari penulis bisa mengengbangkan bukui ini dengan memebuat karya tulis lagi yang sifatnya lebih merinci semial membuat karya tulis yang memebahas hukum waris adat jawa. Dari setiap hukum waris adat yang terhimpun di buki ini bisa di di uraikan lebih jelas dan komplit di karya-karyanya selanjutnya, mungkin hal itu akan sangan bermanfaat bagi semua orang terkusus para disiplin ilmu waris .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun