Rupanya, otak-atik kurikulum kembali terjadi di negeri ini. Entah sudah berapa kali kurikulum diganti dan berganti. Disesuaikan dengan selera dan kepentingan sang empu kebijakan.
Terbaru, belakangan ini mencuat jika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makariem sudah menyederhanakan kurikulum untuk jenjang pendidikan SMA/SMK/MA sederajat. Kali ini korbanya adalah mata pelajaran sejarah. Dan informasi ini sudah ramai dan menjadi polemik bagi para guru pengajar mata pelajaran sejarah di sekolah di sejumlah daerah di Indonesia.
Sontak, para guru pengajar mata pelajaran sejarah pada jenjang tersebut merespon secara beragam. Ada yang kecewa, berontak, dan mungkin mengeluh terhadap kebijakan yang tidak jelas arahnya.
Entah apa tujuan dan visi serta misi dengan dihilangkannya mata pelajaran sejarah sebagai mata pelajaran wajib di sekolah digeser dan dijadikan mata pelajaran pilihan. Itu pun hanya diberikan di kelas XII. Hal ini jelas telah mengoyakan hati para guru mata pelajaran sejarah jika tidak mau disebut telah membuat mereka sedih.
Bersyukur, para ahli sejarah yang tergabung dalam Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) akhirnya turun tangan dan langsung merespon penghapusan mata pelajaran sejarah tersebut. Tidak hanya itu, MSI juga memberikan support  atas respon yang dilakukan para guru sejarah.Â
Bagi Ketua Umum Pengurus Pusat  MSI Hilmar Farid, pelajaran sejarah mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan arah dan inspirasi bagi penyelesaian masalah bangsa. (kompas.com; September 2020)
Bukan cuma itu, MSI juga meminta agar pelajaran sejarah tetap dipertahankan sebagai pelajaran wajib di sekolah menengah. Hal ini dikarenakan sejarah dianggap sebagai instrumen strategis untuk membentuk identitas dan karakter siswa.
Yang menjadi soal bagi saya adalah, apakah memang tepat perubahan kurikulum itu dilakukan? Jika memang tepat, mengapa setiap berganti menteri, atau berganti rezim, kurikulum sering diubah? Apakah benar karena bertujuan menuju kualitas pendidikan yang lebih baik?
Jika demikian, mengapa tidak mengubah metode pembelajarannya saja ketimbang harus mengubah dan mengganti kurikulum. Mengapa tidak mencoba mengarahkan guru sejarah atau guru apapun yang dihapus mata pelajarannya agar mengubah metode dan cara mengajarnya.
Berkaca Pada Kurikulum PesantrenÂ
Kita ketahui bersama, lembaga pendidikan Islam yang bernama pesantren sudah ada sejak lama. Bahkan, pesantren sudah hadir di Indonesia sebelum Indonesia merdeka. Artinya, pondok pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan, sudah lama ada di Indonesia.