Di zaman sekarang yang serba canggih dan cepat dalam akses teknologi, maka harus ada perubahan mendasar dalam kegiatan belajar mengajar mata pelajaran sejarah.
Apalagi sejak mulai merebaknya kajian sejarah-sejarah sosial intelektual, baik lokal maupun nasional---pada awal-awal abad 20 di Indonesia---yang lebih menggunakan pendekatan bagaimana memahami sejarah sebagai sebuah proses menjadi ketimbang hafalan-hafalan. Tentu metode penyampaian mata pelajaran sejarah sudah semestinya mengalami pembaruan.
Metode-metode observasi, riset, dan diskusi, itu bisa menjadi alternatif dalam kegiatan belajar mengajar. Atau jika memungkinkan ada alternatif yang lain, ya tidak masalah. Asalkan itu tidak membosankan bagi siswa dan justru membuat siswa tertarik dan termotivasi dalam belajar sejarah.Â
Jika memang ingin dunia pendidikan kita maju, otak-atik kurikulum harus dikaji ulang. Karena dalam belajar apapun, justru yang harus diperhatikan adalah metodenya atau pendekatannya dalam menyampaikan sebuah materi.
Pergantian kurikulum dari setiap menteri dan rezim justru menjadi tidak penting. Ini dikarenakan sejak kurikulum berganti, yang selalu jadi korban adalah siswa, guru, dan sekolah. Wallahu a'lam bishshawwab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H