Mohon tunggu...
Khoerul umam
Khoerul umam Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Syari'ah IAIN Purwokerto

Seorang mahasiswa semester 4 fakultas syariah IAIN Purwokerto dan pegiat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hubungan Islam dan Negara Indonesia

14 Juli 2021   14:42 Diperbarui: 14 Juli 2021   14:55 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia tidak terlepas dari eksistensi agama islam yang turut andil besar dalam upaya meraih kemerdekaan, sehingga tidak mengherankan apabila dalam diskusi pembentukan dasar negara Indonesia nilai-nilai islam masuk ke dalam dasar negara bahkan pada awalnya disebutkan secara terang dalam piagam Jakarta. 

Warga Negara Indonesia mayoritas beragama muslim sehingga aspirasi rakyat yang begitu besar menjadikan negara Indonesia meskipun tidak secara langsung menyatakan sebagai negara islam akan tetapi berjalannya negara tidak akan keluar dari nilai-nilai keislaman.[1] Agama islam sudah menjadi bagian penting dalam diri pemeluknya sehingga segala tingkah lakunya ada dorongan kuat agar selalu sesuai dengan norma agama islam.  

Berjalannya negara indonesia tidak menjadikan agama islam sebagai dasar dalam bernegara secara langsung, sistem pemerintahan dan peraturan perundang-undangan negara indonesia mengadopsi nilai-nilai dari barat sehingga menjadikan indonesia bukanlah negara teokrasi islam akan tetapi negara pancasila dan tidak menjadikan agama islam sebagai religio licita satu-satunya di Indonesia meskipun begitu nilai-nilai kesilaman dalam menjalankan negara masih dipertahankan sehingga negara indonesia bisa dinamakan sebagai nomokrasi islam.

Para pendiri bangsa yang notabene mayoritas islam islam tidak memaksakan untuk mendirikan indonesia sebagai negara islam, meskipun awalnya ada keinginan untuk membentuk negara islam akan tetapi mereka merelakan hal tersebut,[2] karena apabila dipaksakan pasti akan membuat konflik internal bangsa yang melibatkan antar agama sehingga pembentukan negara Indonesia tidak akan terwujud dan lebih buruknya eksistensi agama akan hancur akibat peperangan. Agama islam membutuhkan negara sebagai pelindung sehingga eksistensi islam tetap terjaga, maka dari itu para pendiri bangsa dari kalangan ulama tidak memaksakan pendirian negara islam.  

Penulis merasa bahwa hal tersebut merupakan politik para ulama agar bangsa ini tidak mengalami disintegrasi sehingga keutuhan umat beragama khususnya islam bisa dijaga. ada kaidah yang menyatakan; 

Artinya secara tidak langsung menyatakan bahwa ketika Allah Swt memerintahkan segala sesuatu harus bisa diwujudkan dengan melalui suatu media. Dalam konteks peristiwa tadi, para ulama memahami bahwa Allah Swt memerintahkan kepada kita agar selalu melestarikan agama Allah Swt di muka bumi ini,[3] maka ulama membutuhkan negara sebagai pelindung dan penjamin pelaksanaan agama sebagai bentuk pelestarian. 

Berbeda, ketika para pendiri bangsa egois dan tetap membentuk negara islam yang kemudian menimbulkan konflik antar agama, tidak akan ada tempat aman untuk beribadah sehingga pelestarian agama tidak mungkin diwujudkan.  

Pada periode selanjutnya, peran negara dalam melindungi agama islam terus berkembang baik, mulai dari pembentukan kementrian agama yang mengakomodir pelaksanaan agama, meskipun bukan spesifik untuk islam saja akan tetapi hal tersebut menjadi respon baik negara terhadap negara khususnya islam. 

perhatian negara terhadap islam semakin berkembang dengan dibentuknya pengadilan agama yang khusus hanya menangani perkara perdata umat islam meskipun dalam perkara pidana masih belum direalisasikan akan tetapi tetap menjadi sebuah nilai plus terlebih dalam peraturan perundang-undangan banyak yang mengatur tentang pelaksanaan agama islam, seperti; perkawinan, zakat, infak, dan haji yang mana hal tersebut menjadi perlindungan dan jaminan dari negara.[4]   

Respon baik pemerintah terhadap agama islam merupakan hubuungan timbal balik yang saling menguntungkan bagi keduanya, satu sisi agama mendapatkan jaminan, kemudahan, perlindungan, dan fasilitas dari negara, di sisi lain negara mendapatkan bantuan pendidikan secara moral bagi warga negaranya, membantu membangun dan menjaga stabilitas ekonomi, dan menambah devisa negara. 

Hubungan simbiotik antara keduanya bahkan dapat berpengaruh pada kebijakan politik yang diambil pemerintah indonesia (Siyasah Syar'iyah), seperti contoh dalam kebijakan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan No 36 Tahun 2014 Tentang Pembentukan Sekolah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun