Mohon tunggu...
Khoerul umam
Khoerul umam Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Syari'ah IAIN Purwokerto

Seorang mahasiswa semester 4 fakultas syariah IAIN Purwokerto dan pegiat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nahdlatun Nisa: Feminisme dalam Islam

8 Maret 2021   14:41 Diperbarui: 8 Maret 2021   15:16 4156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar kata gender. Kata gender biasanya dikaitkan dengan ketidakadilan. Kedua kata ini hampir selalu beriringan dalam sebuah narasi. Kenapa demikian? Hal ini tidak lepas dari historis masa lalu yang mengedepankan sifat patriarki. Segalanya laki-laki selalu diutamakan daripada perempuan, hal ini terjadi terjadi terus menerus dari zaman dahulu bahkan tidak sedikit laki-laki yang masih mempunyai pemikiran demikian. Berdasarkan hal tersebut yang menjadikan adanya gerakan feminisme, yaitu gerakan yang menginginkan adanya sebuah kesetaraan gender agar para wanita juga diberikan kesempatan untuk memberikan kontribusinya bagi bangsa dan negara.

Di Indonesia, konsep kesetaraan gender sebenarnya sudah ada, hal ini dibuktikan dengan adanya pahlawan perempuan yang ikut berperang melawan penjajah, seperti cut nyak dien, cut nyak muthie, dan lain-lainnya, ada juga perempuan yang memberikan kontribusinya melalui pemikiran dan gagasan, beliau adalah kartini yang terkenal dengan akan konsepnya habis gelap terbitlah terang.

Sebelum melangkah lebih jauh lagi, ada baiknya bagi kita untuk mengetahui sebenarnya apa itu gender?, akan sangat lucu apabila kita membicarakan soal kesetaraan gender akan tetapi kita tidak mengetahui gender sendiri itu apa. Gender adalah jenis kelamin yang terbentuk karena faktor sosial. Jadi, gender bukanlah sesuatu hal yang didasarkan pada jenis alar vital manusia akan tetapi lebih terhadap sifat yang terbentuk akibat faktor sosial. Sebagai contoh; jika kita mendengar kata laki-laki pasti yang terbesit dalam pikiran kita adalah; kuat, tanggung jawab, mandiri, tahan banting, dan lain-lain akan tetapi pada kenyataannya apakah semua laki-laki seperti itu? Atau apakah wanita tidak mungkin memiliki sifat seperti itu? Tentu pertanyaan-pertanyaan tadi menjadi refleksi terhadap pernyataan yang penulis sampaikan mengenai apa itu gender.

Jika faktor sosial bisa menjadikan seorang laki-laki seperti wanita atau mungkin sebaliknya, kenapa masih saja ada diskriminasi dan justifikasi bahwa seorang wanita tidak akan mampu untuk melakukan tugas seorang laki-laki sehingga menutup rapat-rapat bagi wanita untuk ikut andil dalam pengembangan sosial? Maka dari itulah muncul adanya perjuangan akan kesetaraan gender.

Di zaman sekarang pemerintah sudah mulai mendukung akan kesetaraan gender, hal ini dibuktikan dengan adanya para wanita yang menjadi pemimpin daerah, adanya kewajiban minimal 30% dari caleg yang diajukan dari perempuan, adanya kebolehan wanita menjadi Hakim, dan lain-lainnya. Hal ini menunjukan pemerintah sudah memberikan dukungannya akan kesetaraan gender.

Sayangnya, ketika kendaraan sudah disiapkan akan tetapi masih banyak sekali perempuan yang belum sadar akan hal tersebut. Masih banyak sekali wanita yang mengabaikan pendidikannya karena mereka berfikir kodrat bagi wanita ujung-ujungya "kasur, dapur, sumur" sehingga mereka dalam menjalani pendidikan yang mereka lalui terkesan formalitas dan tidak ada keseriusan dalam diri mereka. Pada akhirnya, perlu ada pengembangan lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas diri mereka agar perjuangan feminisme tidak menjadi sia-sia karena ulah wanita itu sendiri.

Melihat adanya celah tersebut, ada sebuah gerakan nahdlatun nisa, yaitu sebuah gerakan kebangkitan para perempuan dalam islam untuk menjadikan perempuan khususnya yang bergama islam agar menjadi manusia yang seutuhnya sesuai konsep islam. karena pada dasarnya islam sangat memuliakan wanita dalam segala hal, sebagai contoh perempuan pada zaman dahulu tidak mendapatkan warisan bahkan perempuan menjadi barang yang dapat diwariskan akan tetapi setelah islam datang, perempuan tidak lagi dapat dijadikan barang warisan bahkan dalam islam perempuan mendapatkan bagian waris, perubahan status perempuan yang tadinya objek menjadi subjek waris tentu hal tersebut menjadi sebuah gerakan yang luar biasa oleh islam untuk membangkitkan martabat perempuan.

Gerakan nahdlatun nisa adalah sebuah gerakan sebagai bentuk kesadaran para wanita muslim agar bisa berguna bagi bangsa dan negara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun