Mohon tunggu...
Akhmad Hairul Umam
Akhmad Hairul Umam Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Peace Maker, Energetic Traveler, and Free Thinker!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Birokrasi Polisi Rentan Korupsi

27 April 2011   09:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:20 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu saya mengurus mutasi motor dari DKI Jakarta ke Tangerang. Prosesnya panjang, jelimet dan tidak efektif mulai mengambil formulir pendaftaran, cek fisik, cek dokumen, legalisir, fiskal, cabut berkas pemilik pertama hingga daftar ulang lagi ke Samsat Ciputat Tangerang dengan proses yang sama. Saya mengikuti semua proses yang sudah ditentukan oleh birokrasi polisi di Samsat Polda Metro Jaya Jakarta Selatan dan Ciputat Tangerang. Namun yang saya sesalkan adalah pelayanan yang kurang memuaskan dan sistem pembayaran yang sangat rentan korupsi.

Memang di depan kantor terpampang spanduk besar, "kamitidak sempurna tapikamiterus berusaha”, “awas calo” dan banyak slogan lain yang menunjukkan makna positif akan citra institusi polisi. Slogan ini hanya jargon saja dan tidak memberi dampak apa-apa terhadap perbaikan kwalitas pegawai yang ada di Samsat Polda Jakarta Selatan dan Ciputat Tangerang.

Khusus pelayanan mutasi dan balik nama harus mengikuti beberapa tahap dari loket ke loket dan menunggu berhari-hari. Setiap loket hampir semuanya diminta membayar uang dengan jumlah tertentu dan kebanyakan tanpa tanda terima. Aneh saja, parkir motor saja ada tanda bukti pembayaran misalnya Rp. 1000,- sementara mengurus mutasi dengan transaksi lebih besar jumlah nominalnya tak ada bukti.

Ketika saya minta tanda terima uang, petugasnya menjawab dengan berbagai macam jawaban dan sedikit nada mengancam. Ada yang menyatakan, sudah sistemnya, tak mengeluarkan tanda terima. Waktu saya desak malah menjawab, silahkan jika mau urus sendiri berkasnya saya kembalikan. Aneh saja jawaban birokrat ini yang sama sekali tidak masuk akal dan mendidik padahal mereka adalah abdi negara yang dibayar dengan uang pajak yang saya bayar.

Saya melihat banyak “transaksi liar” tanpa bukti tanda terima dan berpotensi korupsi. Transaksinya bervariasi dari Rp. 10.000,- 30.000, - hingga Rp. 50.000,-. Apa memang sistem pembayaran di birokrasi polisi memberlakaukan sistem seperti ini? Saya melihat banyak orang membayar dengan uang yang bervariasi tergantung si pegawainya menyebutkan angka nominalnya. Kalaupun birokrasi polisi memberlakukan sistem pembayaran tradisional seperti ini sangat sulit rasanya dipertanggunjawabkan. Orang awam saja pasti akan berfikir negatif, bisa jadi uang yang saya berikan tanpa tanda terima masuk ke kantongya sendiri tidak lari ke kas negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun