Mohon tunggu...
Uma F. Utami
Uma F. Utami Mohon Tunggu... Lainnya - Wirausaha

Hidup di ujung timur Indonesia, suka jalan-jalan ke alam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Remaja: Gadis Platina

15 Desember 2022   09:47 Diperbarui: 15 Desember 2022   09:57 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jodoh memang tidak ke mana, aku bertemu dengan gadis itu. Ia sedang menyiram tanaman di depan rumahnya. Berhari-hari aku melewati rumah-rumah ini demi mencarinya dan akhirnya Tuhan sudi mempertemukan kami kembali. 

Aku menyapanya dan ia mempersilahkanku duduk di teras rumahnya. Bermodalkan baju yang basah kuyub keringat, aku tetap percaya diri untuk bertamu di rumahnya. Segelas es jeruk sudah terhidang di meja, dan kami duduk berdua. Berbicang-bincang banyak sekali mengenai keluarganya yang ternyata baru pindah dari Solo. Perbincangan yang lama hingga kemudian pembicaraan ini mengarah lagi ke kakinya, aku bertanya lagi mengenai kakinya.

"Maaf Al, aku bertanya tetantang kakimu lagi",

"Iya tidak apa-apa kok Do, memang ini sudah patah setahun yang lalu dan ini masih di pasang platina",

"Sering sakit ya Al", 

"Ya kadang-kadang sih tetapi aku sudah biasa kok, lagian sebentar lagi operasi pelepasan platina. Kakinya sudah tidak patah lagi", jawab Alia lagi-lagi dengan senyuman yang mengguncangkan hati Aldo.

Perbincangan itu memberikan banyak informasi mengenai Alia, bahwa Alia ingin sekali menjadi guru olahraga sepertiku. Sayang sekali impiannya harus dikubur dalam-dalam karena insiden kecelakaan setahun yang lalu di sebuah pertigaan, ia tidak menyebutkan bulannya. Ia tidak menjelaskan detailnya di mana, sejak itulah Alia pupus harapan untuk mendaftarkan diri di jurusan olahraga tahun ini.

Impian kami sama dan aku lebih beruntung daripada Alia. Sebenarnya aku juga pernah kecelakaan waktu pulang sekolah di sebuah pertigaan karena sebuah truk yang mundur tiba-tiba dari sebuah gang. Setelah sadar ternyata sudah berada di rumah sakit ditemani seluruh keluargaku yang sangat cemas dengan keadaanku. Tidak ada yang patah hanya saja lecet dan lebam-lebam di sekujur tubuh karena terpelanting ke samping menyerempet badan belakang truk.

Kejadian itu sudah benar-benar kulupakan karena merupakan kejadian yang mengerikan bagiku. Sedangkan Alia bernasib lebih parah dariku. Namun, diam-diam aku salut, ia dapat menghadapinya dan menerima keadaanya dengan lapang. Lapang? Aku bertanya-tanya lagi di dalam hatiku. Pasti tidak semudah itu melepaskan impian yang sudah didambakan sejak lama. Saat di taman ia begitu murung, pastilah ia mengingat bahwa kakinya tidak bisa berlari lagi dan tidak bisa lari untuk mengejar impiannya.

Sebulan kemudian datanglah sebuah pengumuman bahwa aku diterima di keolahragaan, tentu saja cita-cita menjadi guru olahraga sudah di depan mata. Aku langsung mendatangi Alia dan membawa surat pengumuman itu. Alia ternyata juga diterima di tempat yang sama hanya saja sedikit berbeda. Ia mengambil bahasa, Alia sadar bahwa impian itu sudah dikubur dan saatnya memulai hidup yang baru dengan impian baru. 

Saat makan malam bersama keluarga, Ibu bercerita bahwa aku adalah orang yang beruntung dan diberkati oleh Tuhan. Dulu waktu kecelakaan ada orang lain yang jatuh dan keluar jalan jatuh ke selokan samping jalan. Aku memang tidak pernah tahu kejelasan cerita kecelakaanku dulu. Dua ambulan datang dan membawa ke arah yang berbeda karena korban satunya begitu kritis. Ternyata kecelakaanku dulu bisa dibilang beruntun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun