To My Princess (Desy Riani)
Semua logistik telah kupersiapkan yang akan mengisi biduk kecilku, makanan, lentera kecil, Joran, kail, umpat ulat tanah, kompor kecil, periuk peot, wajan hitam, sude, piring, sendok, garpu n pisau.
Menjelang malam kuputuskan untuk berangkat, menuju pelabuhan impian di negeri para dewi-dewi bersemayam, menghiasi diri menyambut para pangeran dari raja-raja langit yang akan membawanya pergi. Akupun ingin menjadi bak raja-raja langit yang akan membawamu pergi ke istana kecilku khusus kubuat untuk kita berdua.
Aku tidak tahu dimana pelabuhan impian itu, dimana kau berada, aku tidak mempunyai kompas untuk sesana, tapi dengan meyakini titah dari Tuhan, n ikrar cinta kecil kita sewaktu kita sama2 berada pada desa para petani itu n sebuah bingkai foto lusu yg terus kujaga, kubawa kemana-mana, karena aku percayabahwa setiap kita seolah keping hati yang hanya sementara berpisah n menunggi waktu untuk bersatu kembali, n itu harus ku usahakan dengan segenap cinta n kesungguhan hati untuk aku mendapatkanya kembali.
Layar kukembangkan, tiupan angin semilir, mengurangi beban sauhku menggerakkan biduk kecilku mengaruhi samudera lautan yang membentang tiada ujung.
Baru beberapa jam ku mengayuh gelapnya malam mulai terasa, angin lautan perlahan tapi pasti mulai bertiup menembus baju tipisku, kulit, n menggerogoti hingga sampai ke tulang-belulangku.
Sebagai navigator atas bidukku sendiri kumengamati kondisi alam, dalam tiap detik jarak kutempuh, semilir angin yang tadinya satu arah denganku, seketika berubah arah menjadi mengarah kepadaku, kawanan awan hitam, tebal tampak dari kejauhan, diikuti tiupan angin, pelan-pelan menjadi tiupan-tiupan besar yang menyibakkan layar kecilku, perlahan tapi pasti riak-riak ombak berubah menjadi gunungan-gunungan gelombang yang datang terus menerus, tampak kejauhan gelombang besar, tinggi nan dahsyat samar-samar tampak, ku berpikir tak berapa lama lagi gelombang itu akan sampai kepadaku, kuberpikir dengan cepat, apakah yang akan kuperbuat.
Seketika itu kemenoleh kesegala arah, kuberharap ada pulau kecil, kiranya bisa kusinggahi n menjadi tempat persinggahan sementaraku menunggu badai berhenti. Namun dihadapanku taksatupun ada pulau, yang tampak hanyalah limpahan air laut samudra dimana-mana, sejauh mataku memandang. Kuberguman dalam hati tidak boleh tidak satu-satunya jalan adalah bertahan dibiduk kecil ini, dengan segala tantangan yang ada dihadapan nanti akan kulakukan segala macam cara, taktik demi menaklukan badai yang sebentar lagi akan menyibakkan, menenggelamkan bidukku.
Suara guntur mebahana, langit berkilatan, petir menyambar kemana-mana, hujan deras ada dimana-mana, pandangan tidak bisa lagi mengarah jauh, karena telah tertutupi gelombang lautan yang tingginya sepuluh sampai tigapuluh meter didepan bidukku, dalam keadaan genting n panik ini, sepetiga bidukku telah dipenuhi air, menyelamatkan ini, kubuang semua barang yang kiranya tidak perlu, peralatan makan kubuang, persediaan makanan kubuang, barang-barang kerajinan, hiasan dari desa kubuang, pakaian semuanya kubuang, yang tersisa hanyalah pakaian terbaik yang kumili guna menemuimu yg kira2 tidak kalah mewah bila bersanding dengan raja-raja lain disana, dan sebuah foto lusuh berbingkai dimana gambar wajahmu ada disitu. Karena hanya barang inilah yang mengigatkanmu padaku, yang bila nanti kita bertemu kau bisa mengenalnya, n kita bisa hidup bersama selamanya.
Bersambung…
From Little Prince (Umaee)
Umaee Azanuddin, peserta no 162
Silahkan Gabung di FC disini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H