Mohon tunggu...
Azanuddin Umaee
Azanuddin Umaee Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mencoba Menganalisis Apa aja!\r\nhttp://umaeeblogs.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mari Dukungan KPK Bung !

2 Oktober 2012   04:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:23 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Powers tends to corrupt” begitulah pepatah yang acapkali kita dengar. Dan masyarakat kita sudah fahsum kalau itu pula yang terjadi di negeri ini. Semenjak reformasi sampai sekarang ini sedah 14 tahun lamanya negeri ini mejalankan proses pemerintahan berbasis sistem demokrasi. Sudah kita ketahui bersama juga demokrasi meniscayakan pembagian kekuasaan pada lembaga-lembaga negara, Eksekutif, Legislatif, Yudikatif dan di era kebebasan seperti sekarang ini mucul pers sebagai pilar ke empat demokrasi. Apakah hasil dari keempat pilar negara kita itu apakah sudah menjalankan tugas dan kewenangannya masing-masing? Saya kira masih jauh panggang dari api.

Awal-awal reformasi, euforia, penjatuhan rezim memang sangat kuat. Sehingga hampir seluruh lembaga negara yang dulunya dipimpin oleh antek-antek penguasa diganti. Semua yang merasa diri menjadi pejuang reformasi, aktivis-aktivis reformasi adalah aktor-aktor utama yang mengambil posisi-posisi penting pada massa itu. Namun, di tengah euforia yang begitu kuat. Sistem demokrasi yang kita pilih, rupanya rapuh, pembagian kekuasaan dari pusat ke daerah-daerah telah memunculkan kongsi-kongsi besar, manusia-manusia bejat sebagian dari mereka adalah juga aktivis reformasi itu. Yang secara sistematis mengambil keuntungan dari lemahnya lembaga yudikatif pada saat itu.

Terjadilah korupsi dimana-mana, dari pusat sampai didaerah-daerah. Apologi-apologi mereka sering didengungkan ditelinga kita bahwa era sekarang tidak lebih korup dari era sebelumnya. Saya kira sama saja, yang berbeda adalah era sebelumnya korupsi itu bisa disembunyikan dari mata masyarakat, ada istilah korupsi di bawah menja, tapi sekarang korupsi telah terang-benderang dilakukan, istilanya korupsi di atas meja bahkan bukan hanya di atas meja bahkan dengan meja-mejanya pun dikorupsi. Melihat kondisi seperti ini. sebagian dari mereka yang terpanggil untuk memperbaiki negara ini, memperjuangkan membentuk suatu lembaga khusus untuk menyelesaikan persoalan yaitu KPK yang didasari oleh UU 30 tahun 2012.

Pelan-pelan tapi pasti, adanya lembaga KPK ini, terbukti efektif memulihkan nama baik peradilan kita, terutama berkaitan dengan penanganan korupsi. Tidak tanggung-tanggung siapa pun dibabat, tidak peduli berada dilingkungan pemerintahan atau sementara menjabat, keluarga terdekat, besan dsb pun ditangkap dan di adili.

Tapi bukan perkara mudah bagi lembaga ini, melaksanakan tugas luhur, membersihkan negara dari para koruptor-koruptor. Koruptor merasa dirinya terancam dengan lemabaga ini, telah melakukan berbagai macam cara, untuk melemahkan KPK. Sudah menjadi rahasia umum kriminalisasi Antasari adalah contoh valid untuk menunjukan eksistensi perlawanan mereka terhadap lembaga ini.

Kini mereka bekerja dengan cara silent operation, karena itu kini mereka telah bersatu pula untuk melawan KPK yang akan menghapuskan eksistensi mereka. pola korupsi sendiri-sendiri tidak mau dilihat oleh instansi, lembaga, orang lain. Kini telah menjadi korupsi berjamaah. Oleh karena itu, sekarang mereka telah padu, membentuk kelompok koruptor yang bersama-sama ingin meruntuhkan kedikdayaan KPK. Sehingga tidak jarang terminologi korupsi sistemik, karena memang masing-masing dari mereka telah saling menyandera. Masing-masing telah korupsi berjamaah.

Kini, bentuk kekompakkan mereka telah tampak dengan melakukan upaya penggembosan kepada KPK dengan mewacanakan revisi UU KPK yang katanya masih jauh dari sempurna untuk membersihkan korupsi di negeri ini. Pasal-pasal krusial yaitu pasal mengenai Penuntutan dan penyadapan. Telah merupakan target pertama untuk diganti.

Jadi, tidak bisa lagi kita melakukan upaya-upaya taktis sederhana, menyerahkan pada sistem yang berlaku, pemerintah, legislatif dsb. sehingga untuk melawan gerombolan koruptor ini, kita harus melakukan taktis ekstraordinari dengan melawan mereka dengan gelombang dukungan dari seluruh rahyat Indonesia. Dengan beberapa catatan. Pertama, Menyuarakan dukungan oleh siapa saja, dengan media apa saja. Kedua, meski diingat dan diperhatikan siapa-siapa saja anggota legislatif yang berupaya secara terang-terangan ingin merapuhkan KPK ini dengan tidak memilihnya lagi dipemilu legislatif yang akan datang.

Inilah salah satu dukungan saya terhadap penguatan KPK sebagai lembaga negara saya masih percaya menberantas korupsi di negara ini

Salam

by Umaee

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun