"Boleh saya bicara jujur?" "Tentu..,kau kemari mau bicara jujur kan?" Membenarkan posisi duduknya, menegakkan badannya, dia berkata, "Kalau menurut mau saya, saya mau robek mulutnya, saya mau dudukkan dia, ikat semua tangan dan kaki di korsi macam ni, lalu satu, satu gigi itu orang mau saya cabut pakai tang!" dadanya, naik turun, dengus nafasnya meraung, bicara begitu saja amarah bapak ini mengkonsumsi energi yang cukup besar, lalu kawannya itu bertanya, "Sudah?" "Apanya yang SUDAH?" tanya si bapak kembali pada kawannya dengan nada setengah membentak. "Ya...tadi dia sudah kau ikat, sudah kau robek mulutnya, sudah kau cabut giginya pakai tang, lalu kau kelelahan dan berhenti, sudah selesai belum?" Bapak itu hanya mendengus tak menjawab. "Orang yang banyak mengarang cerita, dibumbui fitnah, ditambahi garam, merica, kasih rajangan cabe, lumrah itu Ben, orang-orang yang tidak punya kehidupan yang biasanya seperti itu, jadi orang macam itu harus mengarang dulu supaya dia punya kehidupan atau kehidupan orang yang dia karang-karang supaya dia bisa hidup di kehidupan itu, jadi kau tidak usah capek-capek mau robek mulut itu orang, atau cabut gigi dia pakai tang, karena apa Ben, orang macam itu orang yang paling menyedihkan, kau lihat saja bentuk muka orang-orang macam itu, mulutnya maju, kayak tikus, sorot mata dia orang, tidak wajar punya Ben," "MONYET!" celetuk si Pak Benny tiba-tiba, "Ya....BETUL KAU, si kambing congek, muka badak, tai busuk itu, mulutnya sudah maju, bukan kayak tikus lagi, lucu kalau tikus, ini sudah mirip anjing, KAU TAU TAK? Badan itu orang sudah mengecil, meringkuk seperti apa itu, jengglot!" "Nah, mau apa lagi kau robek mulutnya, kebencian itu Ben, seperti jamur yang super hebat, kau pernah dengar, katanya orang yang kena kanker itu, radikal bebas yang ada di badan orang itu terpicu sedemikian rupa karena dendam, benci, iri, dengki, tapi khusus kanker, itu kebanyakan karena dendam dan benci Ben. Kau jangan ikut-ikut benci, kalau kau difitnah beginilah, begitulah, sementara kau merasa tidak, buat apa kau mau jadi koboi lagi, katanya kau sudah mau jadi Pejuang Cinta!" "Pejuang Cinta, besoklah kita bicara yang itu, soal benci, ya saya coba untuk punya kesadaran supaa tidak unya benci itu, kalau benci sudh ngintip, saya coba tarik keluar, biar dia muncul dipermukaan, habis itu saya tanya, kenapa dia muncul, apa sebabnya....begitu kan?" "Ya Ben,...tuh sudah tahu, dengan punya kesadaran untuk memperlambat laju persepsi, kita jadi bisa redam kebencian atau emosi, ini bukan perkara membalikkan telapak tangan Ben, perlu latihan dan latihan, urusan orang itu, biarlah alam dan dia sendiri yang mengurus orang-orang macam itu, janganlah kau bilang dia bedebah lagi, langan lagi kau bilang dia anjing busuk-lah, monyet-lah, sebab dia sedang mem-bedebah-kan dirinya sendiri, sedang menjadikan dirinya anjing, sedang me-monyet-kan dirinya sendiri." "Weh, kenapa begitu, kalau dia sedang proses mem-bedebah-kan dirinya, kenapa saya diajak-ajak?" "Lho, kan kau pemicunya?" jawab si kawan, lalu disusul tawa terbahak-bahak. "Semua Ben, semua peristiwa, tidak ada yang kebetulan, tapi ingat, untuk tidak pernah tidak mengingat kasih, mau senang, mau sedih, ingat kasih, masalahnya Ben, bulatan yang namanya kesengsaraan itu sedang dan terus bergulung, timbangan yang ditunggangi kebencian itu sudah membumbung naik, kalau ada cukup ganjal yang namanya Kasih, bisa buat timbangan tidak njomplang, cukuplah itu, jadi soal orang-orang macam yang kau hadapi itu Ben, biarkanlah, selama tidak mengancam jiwamu, biarkanlah, mengancam jiwamu pun, bijaklah bertindak, pergilah ke yang berwajib, kasihanlah, masalahnya mereka itu manusia juga kan, ciptaan Dia juga kan, urusan dari manusia mereka memilih untuk jadi anjing, monyet, sapi, ya urusan mereka-lah." Pak Benny menarik nafas panjang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H