Mohon tunggu...
Ulyl Damayanti
Ulyl Damayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya mahasiswa Universitas Sebelas Maret yang memiliki hobi membaca dan menoton film

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Rendahnya Minat Baca di Indonesia

9 Maret 2024   14:10 Diperbarui: 9 Maret 2024   14:14 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca merupakan salah satu kegiatan literasi. Saat ini minat literasi di Indonesia sangatlah rendah. Menurut UNESCO, Indonesia menempati urutan kedua dari bawah pasal literasi dunia. Karena data dari UNESCO, hanya 0,001% anak yang gemar literasi.

Hal ini mungkin dapat terjadi karena beberapa faktor. Baik internal maupun eksternal. Faktor internal misalnya sifat anak itu sendiri, yaitu malas membaca. Banyak warga Indonesia yang memiliki buku namun mereka malas untuk membacanya. Sedangkan faktor eksternal seperti kurangnya fasilitas untuk menumbuhkan literasi, contohnya kurangnya persediaan buku di sekolah, kurang meratanya perpustakaan di desa/kota, serta tingkat ekonomi keluarga.

Dengan kurangnya persediaan buku di sekolah dapat menghambat sistem belajar mengajar, karena siswa harus menulis semua materi dari guru sehingga itu dapat mengulur waktu. tetapi berbeda jika sudah ada buku, mereka hanya perlu membaca, memahami dan jika perlu mencatat poin-poin pentingnya.

Membaca tidak hanya untuk buku-buku fisik saja, membaca itu mencakup semua hal. Semua yang berbentuk tulisan dapat kalian baca, entah itu e-book ataupun buku fisik. Juga tidak buku pelajaran saja,  tetapi semua genre, fiksi maupun nonfiksi, sehingga dengan adanya perpustakaan desa/kota dapat menambah minat literasi karena tidak hanya menyajikan buku pelajaran saja tetapi juga buku-buku lain, seperti novel, dongeng, buku memasak dan lainnya. Jujur, dengan kurang meratanya perpustakaan kota sangat berakibat untuk pertumbuhan literasi. Banyak daerah-daerah yang belum dapat mengakses teknologi, sehingga membutuhkan buku yang berbentuk fisik untuk dapat menunjang pendidikan.

Keadaan ekonomi keluarga, menurut saya ini juga termasuk faktor eksternal karena jika kita tidak mendapat buku dari sekolah, kita dapat membelinya. Namun, dengan keadaan ekonomi yang rendah mungkinkah kita dapat membeli buku? Nyatanya sejak dulu orang pintar berasal dari orang-orang kelas atas, karena masyarakat dengan penghasilan rendah uangnya telah habis untuk kebutuhan pokok, sehingga tidak dapat membeli buku untuk menunjang pendidikan.

Bisa jadi juga dengan sulitnya mengakses e-book, dengan kurangnya buku fisik kita dapat menggunakan e-book. Namun, banyak orang yang belum bisa mengakses e-book di internet, sehingga itu juga dapat berpengaruh.

Oleh karena itu, pemerintah juga harus ikut andil dalam masalah ini. Pemerintah dapat menambah dan memperbaiki fasilitas yang dapat meningkatkan minat baca, seperti menambah perpustakaan kota/desa, serta memudahkan akses untuk e-book. Untuk lingkup sekolah, dapat dilakukan dengan diadakannya hari membaca dimana ada satu hari yang digunakan para siswa untuk membaca buku, baik fiksi maupun nonfiksi. Selain itu, kita juga harus ikut andil, yaitu dengan menanamkan minat membaca. Entah membaca cerita fiksi maupun nonfiksi. Karena faktor utama adalah sifat kita sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun