Mohon tunggu...
supriyadi ahmad
supriyadi ahmad Mohon Tunggu... -

lahir di grobogan, semarang, jawa tengah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anakku

22 Juni 2013   03:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:37 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tambah giat lagi belajar membaca dan menulisnya ya ... kurangi bermainnya waktu pelajaran ya.

Yang sopan sama bapak/ibu guru ya, jangan suka membantah.

Pukul 03.06. Mata sulit kupejamkan. Nyala lampu kamar kuganti dengan yang lebih kecil. Istriku telah pulas.  Disampingnya anakku juga pulas. Kelihatan sangat nyenyak. Kaosnya tersingkap. Kubetulkan letak kaosnya untuk menutupi perutnya agar perutnya tidak kembung.  Kuselimuti. Kupandangi wajahnya yang polos. Kucoba lagi memejamkan mata. Pikiranku kubuat serileks mungkin. Tetap saja sulit.

Aku turun dari tempat tidur. Kuambil rapor anakku yang baru tadi pagi dibagikan oleh wali kelasnya. Kucermati lagi. Sulitnya rasanya untuk memahami catatan di buku rapornya yang ditulis oleh wali kelasnya. Nilainya jauh di bawah teman-teman satu kelasnya. Walau saya sering membaca dan mencoba memahami pernyataan bahwa tidak ada anak yang bodoh 'kata ini tidak pernah terlintas dalam pikiran saya' yang ada anak membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk menjadi paham. Tetapi di pikiran saya terus melintas-lintas hasil belajar anakku yang rendah.

Kupandangi lagi wajahnya dari kursi tempatku duduk. Wajahnya masih polos. Tanpa beban.  Rasa lelah dari pekerjaanku tadi siang rasanya bertambah-tambah. Apakah harus aku pindah sekolahnya. Kelihatannya anakku sulit mengikuti pelajaran di sekolahnya. Dulu ia sediri yang meminta bersekolah di sekolah ini. Tentu ia akan sedih dan kecewa jika kupindah ke sekolah lain.

Aku memang tidak pernah membanggakan anakku dihadapan orang lain. Tapi ini benar-benar sesuatu yang tidak dapat pura-pura saya banggakan.

Ia baru naik ke kelas tiga. Malasnya bukan main. Kalau diajak belajar  harus membuat dulu perjanjian belajar berapa jam. Mengerjakan soal berapa nomor. Satu jam ya satu jam. Sepuluh soal ya sepuluh soal.

Tadi sore sudah kuajak komunikasi perihal nilai rapornya.

"Mas sudah naik kelas tiga. Berarti belajarnya harus tambah giat lagi. Coba liburan ini baca-baca majalah. Agar membacanya tambah lancar"

"Nggih, Yah" jawabnya.

Tapi saya yakin besok ia sudah lupa dengan apa yang dia ucapkan.

Suara kokok ayam jantan bersahutan. Subuh. Saya hanya ingin anakku tidak begitu tertinggal jauh di kelasnya. Saya hanya ingin menghargai apa yang Tuhan berikan kepadanya. Bagaimana caranya. Ini yang selalu menghantuiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun