Mohon tunggu...
Elisa Dwi Prasetya
Elisa Dwi Prasetya Mohon Tunggu... Dosen - Berkacamata

Pengajar di STTBB, Trainer di 24hProject, tinggal di Bandung

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Plagiarisme

4 Juni 2024   19:23 Diperbarui: 7 Juni 2024   02:56 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Betapa bagusnya hal yang dimiliki Adam. Ketika dia mengatakan hal yang baik, dia tahu tidak ada orang yang pernah mengatakannya sebelumnya" (Mark Twain).

Sebenarnya ini ungkapan bernada sindiran bagi mereka yang hidup bukan pada zaman Adam, tapi sekarang. Koq, bisa?

Merujuk pada KBBI, istilah ini berarti penjiplakan yang melanggar hak cipta. Maka tentu Adam pada masa itu tidak dapat disebut seorang plagiarisme. Ia justru sang penggagas, pembuat hal-hal baru---ini tentu harus dipisahkan dari campur tangan sang penciptanya. Karena yang dicipta tentu belajar dan mendapat mandat langsung dari penciptanya.

Terlalu jauh memang jika kita bicara soal Adam, kemudian membawanya pada konteks masa sekarang. Namun sindiran baik oleh Mark Twain di atas mengingatkan kita tentang praktik penjiplakan itu sudah dan terus turun temurun ada.

Hal baik yang ditiru, tentu baik. Apa pun itu.

Namun istilah itu justru menjadi berkonotasi negatif ketika disandingkan dengan sebuah karya tulis. Dalam dunia akademik khususnya, tak boleh ini dilakukan. Menjadi hal tabu bahkan memalukan jika diterapkan. Bahkan ada aturan tertulisnya---Pasal 10 ayat (3) Permendikbudristek 39/2021--- hingga jerat hukum bagi pelaku plagiarisme.

Dunia penerbitan berkaitan erat juga dengan istilah ini. Seorang penyunting naskah sering menemukan potongan satu paragraf, bahkan lebih, yang dicomot penulis tanpa menuliskan sumbernya. Seakan itu ide orisinal dari penulis langsung. Apa pun perilakunya, plagiarisme adalah hal yang tidak patut, mengingat karya orang lain perlu dihargai dan diberi ruang 'hak cipta' kepadanya.

Jadi, apakah seorang penulis perlu menjaga diri dari plagiarisme? Tentu!

Mengutip https://www.instagram.com/p/C7npQWYRsr0/?igsh=MTJibmI5MDhybnVjMg==, berikut empat jenis plagiarisme untuk diketahui seorang penulis. Dengannya, ia tahu bagaimana menjaga diri, menjaga integritas, menjaga etika intelektualnya terjaga dengan baik.

1. Plagiarisme diri sendiri (Self Plagiarism)

Ini jenis tindakan daur ulang karya tulis milik sendiri tanpa melakukan perubahan yang signifikan. Lho, bukankah itu milik sendiri, apa salahnya? Benar milik sendiri, namun lebih elok jika Anda menghindarinya dengan cara merubahnya secara signifikan. Sebuah inovasi (yang Anda mau lakukan!) menjadi kunci mujarab untuk menjaga kualitas tulisan Anda dari hari ke hari semakin menanjak baik.

2. Plagiarisme atas sumber (Plagiarism of Source)

Jenis tindakan membuat tulisan berdasarkan ide maupun pendapat orang lain tanpa memberitahunya. Alih-alih menuliskan sumbernya, Anda justru dengan berani mengakui, "Ini karya saya." Jangan mencuri ide dan karya orang lain tanpa memberitahu atau memberi kredit. Jaga integritas Anda dengan menyebutkan sumber dengan jujur.

3. Plagiarisme kepengarangan (Plagiarism of Authorship)

Jenis tindakan mengaku bahwa diri sendiri sebagai penulis dari karya milik orang lain. Ini tentu melebihi apa yang tertulis pada nomor dua di atas, yakni mengklaim diri sebagai penulis karya orang lain. Tindakan berani dan tidak jujur dalam mengakui karya 'utuh' orang lain, tentu tidak pantas. Hormatilah karya orang lain.

4. Plagiarisme kata demi kata (Word for Word Plagiarism) 

Jenis perbuatan menulis tiap kata dari karya orang lain tanpa memberi sumbernya. Menyalin kata demi kata tentu jauh lebih mudah jika harus melakukan parafrase atas tulisan orang lain. Apalagi menyalinnya tanpa menuliskan sumber. Selalu lakukan penelitian dengan benar dan jujur, ini membuat Anda terlatih menuangkan kata demi kata dengan orisinal.

Seorang penulis, apa pun naskahnya---skripsi hingga disertasi, atau fiksi maupun non fiksi---bertanggung jawab atas hasil karyanya. Nilai orisinal sebaiknya lebih diagungkan daripada nilai 'yang penting jadi'. Karena nilai diri seseorang akan jauh lebih istimewa dibandingkan segepok uang yang didapatkan, dan akan lebih terpuji dibandingkan pujian sesaat dari orang lain. Integritas seorang penulis adalah harga mati!

Yuk, mari terus berkarya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun