Mohon tunggu...
Ulistya Oktaviana
Ulistya Oktaviana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ulis

Buat tugas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pernikahan Anak yang Semakin Menjadi Budaya

21 Juni 2021   18:27 Diperbarui: 21 Juni 2021   18:53 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemudian faktor ketiga yaitu faktor sosial budaya. Budaya adalah suatu kebiasaan dalam suatu masyarakat. Budaya disuatu daerah dapat mempengaruhi bagaimana cara masyarakat bertindak dan menafsirkan realitas sosialnya. Begitu juga dengan pernikahan anak, beberapa masyarakat Indonesia menganggap pernikahan anak adalah sebuah budaya yang lumrah dilakukan dan dilaksanakan, tentunya bukan suatu aib. Selain adanya dorongan dari beberapa faktor yang sudah dijelaskan diatas, faktor budaya ini bisa mempengaruhi seorang anak untuk memutuskan menikah dini karena melihat teman teman sebayanya banyak yang sudah menikah. Hal ini membuktikan jika budaya disuatu daerah mampu mempengaruhi pola pikir dan penafsiraan seseorang dalam melihat realitas sosial yang ada.

            Dalam faktor budaya ini ada beberapa persepsi masyarakat ketika melaksanakan pernikahan anak yaitu mencegah anaknya supaya terhindar dari pergaulan bebas. Pergaulan bebas sangat erat kaitannya dengan seks bebas dan hamil diluar nikah. Pergaulan bebas seringkali terjadi dikalangan remaja yang umumnya masih berstatus pelajar namun kurangnya perhatian dan pengawasan dari orang tua hal itu bisa terjadi. Pergeseran budaya dari yang dulunya orang tua ada pembagian tugas kerja dan tugas mengurusi anak, sekarang menjadi semua sibuk bekerja karena tuntutan keadaan yang mengharuskan kedua orang tua sibuk mencari uang demi menghidupi kebutuhan sehari harinya. Sehingga banyak anak yang kurang mendapatkan perhatian dan pengawasan sehingga mereka terjerumus ke pergaulan bebas dan pada akhirnya mereka hamil diluar nikah, dan hal ini menjadikan orangtua harus menikahkan mereka meskipun dibawah umur.

Terjadinya pernilkahan anak, tanpa disadari justru akan menimbulkan masalah baru dalam masyarakat. Pernikahan dini dapat membuat kehidupan anak menjadi berantakan dan dapat berdampak pada kehilangan masa depan. Dampak buruk lain yang dapat ditimbulkan dari pernikahan dini, yaitu:

  • Dapat memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
  • Dapat memicu sebuah perceraian
  • Masalah kesehatan
  • Masalah piskologis

Itulah beberapa dampak buruk atau masalah yang akan timbul dari pernikahan dini yang marak terjadi dan menjadi tren atau budaya. Pada kenyataannya, pernikahan dini bukanlah salah satu jalan untuk menyelamatkan ekonomi. Tetapi malah membuat anak terkena salah satu dampak dari pernikahan dini. Sebaiknya, peran orangtua dapat mendominasi penekanan angka pernikahan anak usia dini

KESIMPULAN

            Kesimpulan dari tulisan diatas adalah, tingkat pernikahan anak di Indonesia masih cukup tinggi bahkan sampai masuk ke peringkat 10 dunia. Hal ini disebabkan karena adanya faktor faktor yang melatar belakangi terjadinya fenomena pernikahan anak antara lain rendahnya tingkat pendidikan yang diterima oleh mayoritas remaja indonesia, kemudian fakor kedua yaitu kondisi finansial keluarga yang kurang memadai sehingga menyebabkan timbulnya persepsi bahwa anak perempuan merupakan beban keluarga yang tidak mampu produktif dan hanya bergantung pada laki laki entah itu ayah atau suaminya kelak, yang ketiga yaitu faktor sosial budaya. Faktor ini menjadi akar masalah yang cukup banyak terjadi di beberapa wilayah Indonesia seperti madura, sulawei dan kalimantan. Mereka beranggapan bahwa menikah saat usia belia itu hal wajar dan memiliki banyak manfaat misalnya bisa terhindar dari budaya pergaulan bebas. Kemudian keadaan sosial saat ini yang memaksa kedua orang tua untuk bekerja sehingga melupakan urusan mengawasi dan mendidik anak, sehingga yang terjadi adalah anak mengalami kurangnya perhatian dan menjadi kurang pengawasan dan berlaku seenaknya sendiri yang berakibat pada perilaku seks bebas dan pada akhirnya mengalai hamil diluar nikah.

            Dengan faktor faktor yang sudah disebutkan diatas, diharapkan kita masyarakat Indonesia mampu bekerja sama dengan pemerintah guna mengatasi dan menekan angka pernikahan anak ini dengan mengembangkan sektor sektor ekonomi dan pendidikan. Dua sektor tersebut menjadi kunci dasar yang harus segera ditemukan solusinya karena ketika dua faktor ini sudah tercukupi maka angka pernikahan anak di Indonesia mampu menurun secara drastis.

            Solusi yang dapat penulis berikan adalah memastikan layasan pendidikan yang menyeluruh dan memadai. Pendidikan membantu dalam menanam karakter masing-masing anak, kemudian memberikan kesempetan mereka untuk menemukan skill yang dibutuhkan mereka untuk mendapat pekerjaan yang layak. Hal ini dapat membantu anak-anak untuk dapat bermimpi yang lebih besar demi untuk masa depan mereka, sekaligus dapat membantu mengurangi potensi terjadinya pernikahan anak usia dini. Serta perlunya ada penguatan hukum dan kebijakan dalam perlindungan anak seperti usia minimumnya dan perlu adanya kordinasi mengenasi sanksi tegas yang akan diberikan. Dengan begitu, masyarakat umum akan sekan terhadap hukum walaupun terdapat dispensasi pernikahan. Jadi dapat menekan angka penikahan anak usia dini. Dan perlu adanya perubahan pola pikir dari masyarakat mengenai menikahkan anak diusia dini dapat mengurangi beban, padahal pernikahan dini dapat menimbulkan masalah lain salah satunya adalah perceraian. Jadi perlu adanya sosialisasi agar masyarakat secara bertahap dapat perubah mindset sekaligus ini menjadi cara lain untuk menekan angka pernikahan anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun