Mohon tunggu...
Uli Rainilda
Uli Rainilda Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kunjungan ke Kampung Adat Cirendeu

10 Oktober 2023   21:10 Diperbarui: 10 Oktober 2023   21:21 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada sesi informasi kami di jelasakn mengenai masa peralihan. Pada masa kolonial Belanda, masyarakat Indonesia mengalami kesulitan disektor pangan disebabkan monopoli yang dilakukan pemerintahan kolonial Belanda terhadap hasil panen masyarakat Indonesia. Pada tahun 1918 M Mama Ali memelopari peralihan makanan pokok dari beras ke makaman lainnya sebagai bentuk upaya perlawanan terhadap monopoll yang dilakukan kolonial Belanda. Proses peralihan ini berlangsung cukup lama untuk menentukan makanan pokok yang cocok Berbagai bahan makanan dicoba seperti hanjell, jagung, bunut, talas dan sebagainya sampai akhirnya menemukan singkong sebagai makanan pokok yang paling cocok Sedangkan untuk cara pengolahannya dipelopori oleh menantu Mama All yakni ibu Omah Asnama. Akan tetapi pada proses peralihannya, banyak anak kecil yang tidak kuat karena belum terbiasa memakan singkong sebagai makanan pokok Oleh karena itu diadakan ritual tari Ngayun ketika ada anak-anak kecil yang tidak kuat makan singkong. Tujuan ritual tari Ngayun adalah untuk membuat anak-anak yang memakan singkong, seolah-olah merasa seperti memakan nasi beras sehingga tidak merengek lagi karena tidak kuat. Proses peralihan Ini berlangsung kurang lebih enam tahun sampal akhirnya pada tahun 1924 masyarakat Cireundeu mulai memakan nasi singkong.

Kampung adat cirendeu ini diperkirkan sudah ada sejak abad ke 16 M. Sedangkan nama cirendeu sendiri berasal dari dua buah kata yaitu Ci dan Rendeu, Ci artinya air  dan Rendeu berasal dari tanaman Rendeu. Dengan demikian ada kemungkinan bahwa dulunya kampung ini memiliki hubungan historis dan budaya yang sangat kuat dengan air dan tanaman Reandeu. Sebagian penduduk Ciredeu, sejak tahun 1918 M tidak pernah menggunakan beras lagi sebagai makanan pokok. Jika masyarakat lain makanan pokoknya sangu (nasi) dari beras, di kampung Cirendeu juga memakan sangu (nasi) tetapi dari Sampeu (singkong). Masyarakat Kampung Cirendeu menyebutnya sangu (nasi) sedangkan bahannya disebut Sangueun.

Masyarakat cirendeu memiliki konsep pembagian wilayah yang selalu diingat sejak zaman dahulu, yakni suatu daerah yang dibagi menjadi tiga bagian: Leuweung Larangan, Leuweung Tutupan, dan Leuweung Baladahan. Leuweung atau hutan memiliki arti yang sangat penting bagi masyarakat Cirendeu.  

Mereka memegang teguh pepatah karuhun Cirendeu, yaitu:

“Teu boga sawah asal boga pare, teu boga pare asal boga beas, teu boga beas asal bisa nyangu, teu nyangu asal dahar, teu dahar asal kuat”

Kalimat tersebut seolah merangkum sejarah rasi alias beras singkong di desa cirendeu. Hal itu berkaitan dengan tradisi nenek moyang mereka yang kerap berpuasa mengonsumsi beras selama waktu tertentu. Tujuan dari puasa tersebut adalah mendapat kemerdekaan lahir dan batin.

Kemudian di sesi tanya jawab djelaskn mengenai Agama yang dianut adalah Sunda Wiwitan. Ajaran Sunda Wiwitan, merupakan salah satu agama lokal yang masih berpegang teguh pada nilai-nilai yang diwariskan oleh para leluhur yang masih tersisa hingga saat ini. Ajaran mendasarkan kepada kepercayaan atau ajaran sunda atau ajaran sunda kuno yang dikenal dengan Pikukuh Tilu. Peraturan adat pernikahan di kampung Cirendeu yaitu: tidak boleh cerai (kecuali cerai mati), tidak boleh poligami, tidak boleh menikah dengan bangsa lain. Kemudian Ijab Qabul dilakukan oleh perempuan.

Selanjutnya di sesi praktek kami diajarkan mengenai proses pembuatan RASI (nasi singkong). Cara pertama yaitu dikupas, dicuci, diparut, diperaas/diremas dengan air 1 banding 6, dijemur selama 1-2 hari, ditumbuk, diayak, dikukus. Singkong kaya akan serat, yang merupakan jenis karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia. Serat membantu memperlancar pencernaan dan mencegah sembelit. Selain itu, singkong juga mengandung senyawa antara lain pati resisten dan lignin yang bisa menurunkan risiko terkena kanker usus besar.   

Puncak Salam/Dokpri
Puncak Salam/Dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun