Mohon tunggu...
Uli Elysabet Pardede
Uli Elysabet Pardede Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Inspirasiku dalam menulis adalah lagu indah, orang yang keren perjuangannya, ketakutanku dan hal-hal remeh-temeh yang mungkin saja bisa dibesarkan atau dipentingkan… Tuing! blog : truepardede.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Miris! Masalah Pengangguran Timbul Karena Gengsi Pencari Kerja!

1 Desember 2011   08:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:58 2755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_152946" align="aligncenter" width="650" caption="Ilustrasi - socialtikmag.com"][/caption]

Hingga Februari 2011 angka pengangguran di Indonesia telah mencapai 8,12 juta orang walaupun memang jumlah ini menurun dari angka pengangguran pada Februari 2010 sekitar 8,59 juta berarti selisihnya 470 ribu orang.  Jumlah ini dua kali lipat dari penduduk Singapura, sebagaimana di rilis Finance.detik.com.

What Happen???

Untuk membahas masalah pengangguran, kali ini saya lebih focus pada pengangguran struktural.  yaitu pengangguran yang terjadi akibat ketidakmampuan pencari kerja memenuhi persyaratan formal yang ditetapkan penerima kerja, seperti tingkat pendidikan, kecakapan, atau keahlian khusus  untuk bidang pekerjaan tertentu. Dari sini, mungkin kita akan memahami timbulnya pengangguran terdidik.

Apakah sebenarnya penyebab pengangguran terjadi di Indonesia ini? Semua orang akan melihat dan menganalisa dari kaca matanya masing-masing, ada yang melihat dari tingkat kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, masalah penanaman modal, keamanan dan lain sebagainya. Namun persoalan dasar dari timbulnya pengangguran adalah tidak adanya kesimbangan antara demand dan supply tenaga kerja. Ini dasar pemikiran sederhana. Lalu, kalau di telusuri masing-masing faktor kenapa mengalami tinggi atau malah rendah, kita akan masuk pada diskusi panjang.

Saya tahu persis, kalau menyinggung pengangguran struktural atau pengangguran terdidik semua jari pasti ingin menuding pemerintah bahkan perguruan tinggi dengan segala rentetan problematikan di belakangnya. Kalau sampai masalah itu, pembahasanya akan panjang kali lebar kali tinggi.

Begini saja, saya mengganggap semua lulus perguruan tinggi itu baik dan berkualitas, namun apakah sampai di situ masalahnya selesai ? Saya rasa tidak. Persoalannya masih berlanjut pada ketersediaan lapangan kerja, seperti teori demand dan supply. Sebagai contoh, adalah wajar kalau ketersediaan lapangan kerja sebagai PNS tidak akan mampu memenuhi permintaan  pencari kerja yang berkeinginan menjadi PNS. Kalau si pencari ini gagal dalam saringan PNS, kemudian ia tetap ngotot untuk menjadi PNS, maka dia akan menunggu kesempatan tahun berikutnya  tanpa berkeinginan mencari pekerjaan lain. Sudah dapat di duga, kalau saja semua berpikir seperti ini, maka terjadilah penumpukan permintaan tenaga kerja sebagai PNS.

Contoh lain mungkin dapat kita lihat untuk beberapa posisi favorit misalnya menjadi pegawai bank dan perusahaan-perusahaan ternama di Indonesia. Kalau semua pencari kerja ngotot untuk posisi favorit ini dan tidak mau melirik lowongan yang lain. Akibatnya jelas terjadi penumpukan tenagakerja pada satu sektor.  Siapa yang mau disalahkan ? Penyedia tenaga kerjakah ? Atau malah pencari kerja itu sendiri ? Saya ingin sekali menyinggung perilaku pencari kerja ini.

Apa yang melandasi hal ini ? Saya coba menggali dari beberap sumber langsung. Antara lain beberapa teman, kenalan bahkan saudara, yang antara lain berpendapat demikian :

  • Gensi dong, kuliah tinggi-tinggi masak harus kerja sebagai kasir ? Ya jelas minimal supervisor gitu
  • Apa artinya sekolah, kalau hanya mendapat pekerjaan yang biasa-biasa saja, semua orang punya keinginan untuk mendapat tempat kerja yang baik dan layak
  • Jelas sekali, tempat dimana kita kerja menunjukan keberadaan kita, kelas sosial kita. Beda kerja di pabrik sama kerja jadi kantoran dong.
  • Ya kalau gak lolos kali ini, kan masih ada tahun depan. Masih muda kan
  • Ahh biar ganji rendah, tapi perusahaannya punya nama. Kantornyapun elit
  • Saya memang sejak sekolah dan kuliah bercita-cita untuk di situ, wajar kalau saya tetap ngotot untuk terus mencoba meraih lowongan itu
  • Orang tua saya gak mau saya bekerja di perusahaan yang gak terkenal, maunya saya dapat perusahaan yang punya nama
  • Gengsi, pacar saya punya posisi yang bagus dan kantor yang bagus. Masak dapatnya yang jelek ?

Beberapa ungkapan diatas ini, menunjukan pencari kerja memiliki nilai dan harapan tersendiri. Sebenarnya sah-sah saja, namun terlalu berlebihan jika dipaksakan. Apalagi mempertimbangkan gengsi dan persaingan tidak sehat secara sosial.

Kalau semua orang memegang teguh bahwa pekerjaan harus dapat memuaskan keinginan pekerja, enak sekali ya. Bukannya pekerja yang harus dapat menyesuaikan diri dengan dunia kerja ? Memang semua ingin serba enak, serba elit namun tidak dibarengi dengan kemampuan, pendidikan bahkan keahlian yang dimiliki.

Hal inilah yang sangat merugikan generasi bangsa. Dimana seorang pencari kerja yang sudah lulusan bagus melamar di suatu perusahaan tetapi karena kedudukan rendah atau biasa-biasa saja memilih mundur dengan congkaknya dan berlalu mencari pekerjaan lainnya itupun kalau langsung ACC, jadi.

Begitu pula dengan penyedia lapangan kerja yang "serampangan" menerima para pekerja. Saya juga tidak tahu apa yang ada di dalam pemikirannya sehingga melakukan hal itu. Melihat sebuah lowongan pekerjaan di koran dengan tulisan : "Wanita/Pria berpenampilan menarik, Umur max. 27, Tamatan S1, bla bla bla"

Yang membingungkan adalah tamatan S1? Jurusan apa? Inilah yang sering salah. Sarjana pertanian kok bisa melamar dan bekerja di BANK? Arsitek? Pelayaran? Sarjana pendidikan? Kok masuk pada ingin ke BANK? Inilah salah satu penyebabnya. Oke... Mungkin mereka aman-aman saja tetapi bagaimana dengan yang jurusan EKONOMI? Semakin sempitlah lowongan pekerjaan mereka jika lowongan kerja telah dijejali para lulusan yang salah jurusan. Itulah yang salah dari penyedia lapangan pekerjaan. Lalu bagaimana nasib pencari kerja? Tidak lain tidak bukan ya menjadi pengangguran terdidik. Atau mungkin ikut-ikutan ujian CPNS dari tahun ke tahun.

Kalau saja para pencari kerja memiliki kemampuan seorang wirausaha mungkin lebih baik sehingga bukan hanya mengurangi angka pengangguran namun juga expansi lapangan pekerjaan. Akan tetapi bila tidak mampu bagaimana?  Bukan saja angka pengangguran makin membludak tetapi juga angka kriminal di Indonesia makin menjadi. Bukan tidak mungkin pendidikan yang telah dikecapnya dijadikan modal untuk melakukan kriminal.  Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Juga akibat  dari pengangguran jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara.

Ironis memang Indonesiaku...

Seperti cerita seorang sahabat yang dia lebih tua 10 tahun dari saya. Dia bergelar SE, tetapi butuh waktu bertahun-tahun untuk dia dapatkan pekerjaan dan kemudian dia akhirnya bekerja menjadi guru TK. Aneh khan??? Seperti kaki di kepala, kepala di kaki. Apalagi? Yang penting dapat pekerjaan.

Maka itu untuk para pencari pekerjaan jangan muluk-muluk seperti sahabat saya tadi, bertahun-tahun ingin melamar di perusahaan yang dia inginkan. Sampai pada batas waktunya dan terdesak, pada akhirnya harus menjadi guru TK yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan kuliah yang dijalaninya. Begitu juga untuk para penyedia lapangan pekerjaan janganlah sekiranya menerima pelamar dari penampilannya saja. CANTIK/GANTENG tapi otak jongkok ditambah lagi salah jurusan. Kalau untuk jadi kuli panggul okelah, tetapi untuk turut serta mengurusi data-data perusahaan??? Bagaimana mungkin ada perusahaan dengan tenang hati menerimanya? Tapi heranya masih saja ada perusahaan yang penggunakan standar ini.

Pengangguran memang merupakan menjadi persoalan tersendiri di semua Negara.  Apabila tidak diurusi dengan benar oleh semua pihak, maka pengangguran pun rentan kriminal dan menimbulkan masalah sosial yang serius yang kemudian dapat merambat pada masalah keamanan. Ah, entah lah semoga semua pihak dapat merenungkannya, khususnya para pencari kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun