Suara musik dan sound pengiring yang bersaing menggelegar meminta pemakluman banyak telinga yang mendengar. Di sini, pelaku karnafal dan penyelenggara adalah 'kita', dan pengguna jalan serta pendengar yang kita harap permaklumannya adalah 'tetangga'.
Saya bingung. Jika saya tidak mendukung dan ikut gembira pada rangkaian acara perayaan tujuhbelasan ini, saya bisa menjadi tidak nasionalis, tidak cinta tanah air.Â
Atau saat saya berposisi sebagai 'tetangga' yang sedang terkena macet di jalan tanjakan karena lalu lintas diberhentikan untuk jalan sehat atau karnafal, lalu saya menggerutu atau marah, saya takut saya termasuk tetangga yang tidak nasionalis, tidak menghargai perjuangan.Â
Tetangga macam apa saya ini. Bukankah capek, penat, panas, kampas rem panas, bahan bakar terbuang, atau bahkan insiden kecelakaan karena macet perayaan tidak ada apa-apanya dibanding perjuangan kemerdekaan. Entahlah. Yang jelas saya merasa tidak enak saja jika saya dengki dengan kebahagiaan tetangga saya ini. Mungkin lebih baik saya menggerutu dan berghibah saja asal tetap tersenyum di hadapan tetangga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H