Mohon tunggu...
Ulil Lala
Ulil Lala Mohon Tunggu... Administrasi - Deus Providebit - dreaming, working, praying

Bukan penulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Selembar Kertas di Era Digitalisasi

11 Maret 2021   14:19 Diperbarui: 11 Maret 2021   19:14 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang kepala bagian sering menegur saya secara tidak langsung dengan mengatakan, "Sekarang kan serba online, mengapa masih repot-repot ngeprint data ini dan itu? Apalagi terhubung dengan aplikasi, tinggal buka aplikasi dan data yang diinginkan bisa dilihat."

Perubahan memang tak bisa dibendung. Munculnya Covid-19 mengawali era digitalisasi disemua lapisan masyarakat terkesan dipercepat. Meskipun era teknologi sudah dimulai jauh sebelum pandemik. 

Asalkan ada handphone android dan kuota internet, dunia sudah berada didenggaman tangan kita. Dari kegiatan kerja dimana saja, cari informasi teraktual, pantau investasi, makan, hiburan dan lain sebagainya. Semua bisa dilakukan hanya dengan sentuhan, geser dan ketuk.

Salah satunya komunikasi antar sesama pegawai dari pucuk pimpinan hingga tenaga teknis yang paling bawah bisa disatukan dalam satu wadah grup WA. Munculnya grup-grup virtual ini juga dipicu kebutuhan akan komunikasi yang efektif dan efisien karena dibatasi jarak maupun waktu sehingga dengan membuat grup dirasakan lebih mudah dalam menyampaikan dan mendapatkan informasi langsung kepada beberapa orang yang tergabung dalam grup tersebut. 

Kalau dulu saya harus ngider untuk membagi undangan rapat satu-satu ke tiap ruang, sekarang cetak satu lembar, foto dan kirim ke grup WA maka dalam hitungan detik penerima bisa langsung membaca. Kalau dulu semua data pekerjaan harus dicetak dan diarsipkan sekarang cukup save di pc saja, cetak kalau perlu. Bahkan yang lebih "membahayakan" adanya tanda tangan dan cap model scan. Tidak perlu lagi ketemu Bos atau kalau Pimpinan tidak ditempat tinggal minta persetujuan dan tanda tangan scan bisa menyelesaikan masalah.

Mengapa saya tulis membahayakan? Tanda tangan pimpinan model scan bila ada ditangan yang tidak bertanggung jawab bisa disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, apalagi yang sudah dilengkapi dengan cap basah model scan. Sesungguhnya hal ini kurang sah, tetap harus cetak dokumen dan tanda tangan langsung (asli) dengan cap basah, maka dokumen benar-benar memiliki nilai autentik.

Contoh lain adalah perkara daftar hadir yang dulu pegawai datang dan tanda tangan langsung di buku kehadiran, mulai beranjak ke absensi elektronik model finger print. Dari data finger print dicetak dan diperoleh rekap kehardiran pegawai sebagai dasar pembayaran uang transport dan penilaian kedisiplinan. Sekarang, finger print hanya berfungsi sebagai back up yang tidak akan dicetak bila tidak sangat diperlukan. Absensi model baru menjadi berbasis android dengan aplikasi yang dirancang sedemikian rupa, sehingga tidak bisa lagi titip absensi dari satu pegawai kepada pegawai lain. Rekap data absensi juga bisa dipantau di komputer secara langsung oleh atasan dan hanya dicetak sebagai bahan laporan saja. 

Kejadian lain lagi yang sangat berpengaruh pada pengurangan penggunaan kertas adalah pelaksanaan ujian online. Disini baik siswa maupun guru tidak perlu menggunakan kertas sama sekali, kecuali soal matematika, fisika dan kimia yang kadang harus menghitung dengan rumus. Dari membuat soal hingga proses ujian, absensi siswa, berita acara hingga perumusan nilai dan hasil akhir nilai siswa dari seluruh mata pelajaran, sama sekali tak perlu ada kertas untuk print data, sebelum ledger nilai tercipta untuk diarsipkan. 

Meskipun teknologi bisa mengurangi pemborosan dalam hal penggunaan kertas karena salah cetak, penggunaan data sementara dan lain sebagainya, tetap saja selembar kertas sangat perlu sebagai back up data (cadangan), karena teknologi juga rawan error yang dampak fatalnya seluruh data hilang dan tak bisa dipanggil lagi.

Pekerjaan saya yang berkutat seputar kertas dan arsip, memang kadang menjemukan. Butuh ketlatenan untuk menata kertas-kertas yang setiap hari selalu muncul. Terkadang saya berpikir, saya merasa seperti bekerja di pabrik kertas, padahal bukan! Pemilahan dokumen-dokumen tersebut selalu menyisakan tumpukan dokumen yang tidak lagi terpakai, karena habis nilai gunanya dan dapat dimusnahkan.

Hampir setiap semester selalu ada timbunan dokumen tak terpakai hingga berkilo-kilo hanya untuk dokumen yang bisa di daur ulang, namun tak sedikit juga dokumen yang harus tetap dimusnahkan, tapi tidak boleh keluar dari instansi karena isi dokumen yang dianggap sangat penting meski nilai gunanya sudah habis. Dokumen-dokumen seperti ini biasanya saya bawa pulang dan dibakar supaya benar-benar musnah baik fisiknya dan informasi yang didalamnya tak dapat diakses lagi. 

Pengubahan dokumen kertas ke dalam bentuk digital atau digitalisasi dokumen memang sudah mulai harus dilakukan, mengingat banyak keuntungan yang bisa diperoleh, misalnya adanya cadangan dokumen yang tidak mudah rusak, penghematan tempat penyimpanan dokumen, pengurangan penggunaan kertas dan pengendalian pengaksesan dokumen.

Setelah dokumen kertas sudah diubah dalam bentuk kertas ke dalam bentuk digital, ada dokumen-dokumen yang tetap harus dilestarikan sesuai dengan bentuk aslinya. Contoh mudahnya dokumen pribadi seperti surat tanah, akta kelahiran, KK, SIM, ijazah dan sembagainya, dokumen-dokumen tersebut harus tercetak dan dapat ditunjukan secara nyata. 

Saat ini kebanyakan orang mendigitalkan dokumen pribadinya, lalu menyimpannya di cloud. Hal ini dirasakan sangat menguntungkan, karena bisa diakeses sewaktu2 dimanapun juga bila diperlukan tanpa harus membawa2 dokumen aslinya.

Selembar kertas di era digital saat ini, saya rasa tetap perlu, entah 50 tahun yang akan datang atau seratus tahun kemudian dimana semua bisa dilakukan dengan sentuhan dan suara saja.

********************

Polisi :"Selamat siang, maaf hisa tunjukan SIM dan STNKnya?"

Karyo :"Itu dokumen penting pak, jadi saya simpan di rumah, tapi ini saya ada arsip fotonya." Menunjukan foto SIM dan STNK di HP.

Polisi :"Aslinya mana?"

Karyo : "Kan saya sudah bilang pak, ada di rumah disimpan istri saya di peti, karena itu surat penting."

Polisi :"Kok istri Bapak tidak sekalian menyimpan Bapak di peti, bukankah Bapak juga penting?"

Sebuah candaan saja ya hahahaha.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun