Mohon tunggu...
Ulil Lala
Ulil Lala Mohon Tunggu... Administrasi - Deus Providebit - dreaming, working, praying

Bukan penulis

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Kucingku Bukan Sekadar Hewan Peliharaan

28 Februari 2021   19:37 Diperbarui: 1 Maret 2021   00:29 1117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Meauw.... Meauw... Meauw...", seperti alarm tiap jam 04.00 WIB, Unyil mengeong pelan tepat di telingaku dan satu kaki depannya menyentuh pundakku. Saatnya bangun untuk aktivitas di hari baru, begitulah Unyil membangunkanku tiap pagi.

Terakhir kali memelihara kucing saat saya masih TK dan setelah dia meninggal saya tidak memelihara lagi. Saya bahkan sudah lupa siapa namanya.

Lantas sekarang terlempar semakin jauh keluar pulau dan menyandang status sebagai anak kost, saya ingin sekali untuk memelihara seekor kucing. Sebenarnya pengen punya anjing, tapi lingkungan tidak mendukung dan lagi induk semang tak mengizinkan.

My Beloved Unyil yang ganteng.... | Dokumentasi pribadi
My Beloved Unyil yang ganteng.... | Dokumentasi pribadi

Sebelum memutuskan untuk memelihara seekor kucing, ada beberapa hal yang harus saya dipertimbangkan, antara lain:

Hidup sendirian
Tinggal sendiri, apa-apa diurus sendiri. Jika saya memelihara seekor kucing saya harus memikirkan siapa yang akan mengurus kalau saya pergi kerja, siapa yang akan saya titipi untuk merawatnya kalau saya tidak pulang karena tugas, lebih-lebih kalau saya mudik dengan waktu relatif lama.

Biaya ekstra
Tentunya kalau sudah niat memelihara atau mengadopsi harus dipikirkan pula tentang biaya makan si kucing dan biaya lainnya. 

Saya tidak suka memberikan makanan kemasan pada kucing, jadi artinya saya harus belanja ikan segar yang saya masak sendiri. Adakah anggaran ekstra untuk itu, biaya ekstra ke dokter, dan beli pernak-pernik (baju, mainan, alas tidur dan kandang).

Berbagi tempat tinggal dan penjagaan kesehatan (saya utamanya) dan si kucing
Kebayangkan model kost hanya sebentuk ruang persegi dan satu kamar mandi di dalam tanpa ada sekat apapun. 

Jadi dapur, sumur, kasur ada dalam satu ruangan. Dan tentunya, bagaimana supaya tetap sehat, rapi dan bebas bau tak sedap ketika harus berbagi ruang dengan si meong.

Penyegaran jiwa untuk kesehatan psikologi
Meluangkan waktu untuk saya dan hewan piaraan sekedar jalan-jalan. Beberapa jam sehari atau seminggu sekali berkendara agak jauh bersama si meong. Kebayang ga sih repotnya? Jangan sampai tuannya stres, kucingnya yang jadi pelampiasan.

Masa kawin kucing
Sungguh kucing akan membuat kegaduhan suara saat masa kawinnya tiba, ketika dia terkurung di rumah. Perlu dipikirkan supaya suara berisik kucing tak mengganggu kamar sebelah atau tetangga, karena saya pernah dapat teguran. Biasanya saat musim kawin tiba, saya membiarkan jendela rumah terbuka supaya kucing bebas keluar masuk sehingga tak berisik di rumah.

Membagi waktu
Ini yang paling susah. Saat saya sendiri harus bekerja, pergi untuk keperluan tertentu, kadang harus lembur, belajar, mengurus rumah dan lain sebagainya. Ditambah dengan adanya hewan peliharaan, maka harus ada penambahan jadwal kegiatan untuk si meong.

Dari hal-hal tersebut, jika bisa dipenuhi maka memelihara kucing tidak akan menjadi beban. 

Saya sendiri memutuskan mengadopsi kucing liar lebih terdorong karena kasihan atas perlakuan beberapa orang yang menganiaya si kucing.

Kucing pertama saya, Unyil saya adopsi dari kost lama karena selalu ditendang dan dilempar dengan kejam oleh pemuda-pemuda kost. 

Unyil, saya kasih nama itu masih tergolong kucing anak-anak yang sudah mandiri saat saya adopsi.

Dia termasuk kucing pintar dan cakep. Begitu saya bawa dia langsung tahu tempat pup di kamar mandi di saluran pembuangan air, jadi saya tinggal siram tak perlu sedia pasir sehingga ruangan bebas bau tak sedap.

Saya belajar, dia terlelap, betapa saya rindu dengan Unyil | Dokumentasi pribadi
Saya belajar, dia terlelap, betapa saya rindu dengan Unyil | Dokumentasi pribadi
Kepintaran kedua, dia tahu bagaimana membangunkan saya dengan mengeong di telinga saya, jika saya malas dia akan menghembuskan bau mulutnya yang aduhai ke hidung saya, otomatis saya bangun dan waktunya selalu tepat seperti setingan alarm.

Saya tak suka makanan instan, karena pasti mengandung bahan kimia. Jadi saya selalu memasakan Unyil ikan salem dengan banyak kunyit dan garam sebagai perasanya. Kunyit kan bagus untuk pencernaan. Ikan dicampur nasi, itu saja makanannya, tentu saja duri dan tulang ga ikut serta.

Ketika ada masalah kesehatan, saya tak pernah membawa Unyil ke dokter hewan, karena saya tak ada biaya untuk itu.

Sekalinya di pup Unyil ada darah, saya cari informasi dan biasa itu disebabkan karena cacing. Beli obat cacing di toko hewan dan PERHATIKAN ATURAN PAKAINYA. Karena ada seorang yang asal-asalan ketika memberikan obat ke kucing yang berdampak kematian. Ternyata obat yang saya berikan berhasil dan Unyil kembali sehat, karena tidak ada darah lagi pada pupnya.

Segitunya memperhatikan kotoran hewan? Ya, tentu saja saya perhatikan, karena kesehatan hewan peliharaan bisa berpengaruh pada pemeliharanya. 

Kadang, selain hal itu saya juga rutin memandikannya sebulan sekali, mencari kutunya secara alami (tanpa obat) dan memberikan pijitan khususnya di sepanjang tulang punggungnya hingga ke tulang ekor, dilanjutkan totok wajah hahahaha. Serius lho.

Paling penting yang saya catat sebagai pemelihara kucing. Saat saya tidak pulang pastikan ada orang yang bersedia merawatnya, paling tidak memberi makan, membuka jendela supaya bisa keluar masuk tiap saat. 

Sekali lagi karena tidak ada anggaran, saya tidak menitipkan kucing ke tempat penitipan hewan, tapi minta tolong tetangga atau bu kost untuk menjaganya. Tentu saja lengkap dengan bahan makannya.

Unyil telah menemani saya selama tujuh tahun di tanah rantau dan dia pergi tak kembali Oktober 2020. Dari kecil hingga dewasa dan tua, bahkan gigi taringnya ada yang patah. 

Beberapa kali luka karena berkelahi dan saya rawat selayaknya dia manusia. Menurut mitos, kalau kucing peliharaan akan mati, ia akan sembunyi supaya tuannya tak menemukan bangkainya dan sedih. Ya saya hanya berpikir dia sudah kembali ke surga. Saya juga berdoa untuk dia.

Setelah Unyil pergi, saya putuskan tidak akan memelihara kucing lagi, tapi di luar dugaan. Seekor bayi kucing teraniaya dan dilempar ke comberan hitam oleh seorang anak. Kalau tidak diselamatkan dia akan mati. Dari situlah kucing kedua saya adopsi lagi, karena tak tega melihat keadaannya.

Maxi Nero, si kecil yang malang | Dokumentasi pribadi
Maxi Nero, si kecil yang malang | Dokumentasi pribadi
Si bayi kucing berbulu hitam legam, sebesar tikus dewasa, permen karet di bulu kaki dan ekor, kurus hingga tulang terlihat di bawah kulitnya, terlantar tanpa induk dan kelaparan. Sangat jelek.

Saya menamainya Maximilianus Nero, panggil Maxi Nero atau Max. Karena masih terlalu kecil saya mengurungnya di dalam rumah saat saya kerja dan mengajaknya bermain keluar setiap sore, tentu saja dengan ekstra pengawasan, karena takut dimainkan anak-anak lagi.

Anak kucing selalu aktif bergerak, jadi saya belikan juga mainan bola yang bisa menggelinding dan dikejarnya atau saya mengajaknya bermain dengan tongkat dari tanaman yang saya buat sendiri.

Untuk makannya sendiri sama seperti Unyil, hanya saya selingi dengan susu, supaya berat badannya naik. Saya mencoba melatihnya naik motor supaya saat besar nanti tidak takut untuk naik motor bila diajak jalan-jalan.

Setiap kali memelihara kucing saya ajari disiplin waktu (waktu makan) dan tempat (untuk makan serta pup.

Saya memperlakukan kucing bukan hanya sekadar hewan piaraan, mungkin terlalu sayang dan kasihan. 

Kucing adalah sahabat setia saya. Hal istimewa yang saya lakukan selain menjaga keadaan fisiknya adalah memberikan sedikit doa atau ucapan selamat malam sebelum tidur. 

Jika dia lesu atau sakit saya akan menggendong. Saat ketakutan karena dikejar kucing liar yang lebih besar bisa ditenangkan dengan pelukan.

Kini saya tak merasa sendiri lagi di rumah, karena ada yang bisa saya panggil, diajak bicara dan memberikan penghiburan.

Maxiiii !!!!

Miaung... Miaung.... Miaung....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun