Kontrak atau perjanjian merupakan suatu kesepakatan yang mengikat antara dua pihak atau lebih dalam berbagai bentuk transaksi. Di dunia bisnis, kontrak memainkan peranan penting dalam memastikan bahwa setiap pihak memenuhi kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. Terdapat dua jenis kontrak yang sering digunakan, yaitu kontrak konvensional dan kontrak syariah. Meskipun keduanya berfungsi untuk mengatur hubungan hukum antara para pihak, mereka memiliki perbedaan mendasar dalam prinsip dan pelaksanaannya.
      Kontrak konvensional pada dasarnya berdasarkan pada hukum perdata yang berlaku di suatu negara, kontrak konvensional mengikuti mengikuti prinsip-prinsip umum seperti kesepakatan para pihak, kemampuan hukum untuk membuat kontrak, dan tujuan yang sah. Hukum perdata negara seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) di Indonesia menjadi rujukan utama.Â
Sedangkan kontrak syariah pada dasarnya berlandaskan pada hukum Islam yang diambil dari Al-Qur'an, Hadis, Ijma' (kesepakatan ulama), dan Qiyas (analogi). Kontrak syariah harus sesuai prinsip-prinsip syariah dan tidak boleh bertentangan dengan hukum islam. Fatwa-fatwa dari Dewan Syariah Nasional sering kali menjadi acuan.
      Dalam kontrak konvensional umumnya memperbolehkan adanya bunga atau riba sebagai imbalan atas pinjaman uang. Namun pada kontrak syariah melarang riba (bunga) karena dianggap sebagai eksploitasi dan ketidakadilan. Sebagai alternatif, kontrak syariah menggunakan mekanisme seperti bagi hasil (profit-loss sharing) dan margin keuntungan yang disepakati bersama.
      Orientasi keuntungan pada kontrak konvensional yaitu bertujuan untuk mencapai keuntungan maksimal bagi para pihak yang terlibat. Fokus utama adalah pada keuntungan ekonomi dan efisiensi bisnis. Sedangkan pada kontrak syariah selain mencari keuntungan juga mempertimbangkan aspek moral, etika, dan keadilan sosial. Tujuan kontrak syariah adalah untuk memastikan keseimbangan dan kemaslahatan bagi semua pihak yang terlibat, menghindari praktik yang tidak adil atau merugikan.
     Kontrak konvensional mungkin mengandung unsur spekulasi dan ketidakpastian dalam beberapa jenis kontrak. Spekulasi dianggap sebagai bagian dari risiko bisnis yang wajar. Tapi tidak pada kontrak syariah, dalam kontrak syariah sendiri menghindari gharar (ketidakpastian atau spekulasi berlebihan) dalam transaksi. Informasi dalam kontrak harus jelas dan terperinci untuk menghindari ketidakpastian dan sengketa di kemudian hari.
     Instrumen keuangan pada kontrak konvensional menggunakan berbagai instrumen keuangan seperti obligasi, saham, dan derivatif yang mungkin tidak selalu sesuai dengan prinsip syariah. Sedangkan pada kontrak syariah menggunakan instrumen keuangan yang sesuai syariah seperti sukuk (obligasi syariah), mudharabah (kemitraan bisnis), musyarakah (kerjasama usaha), dan murabahah (penjualan dengan margin keuntungan). Pada kontrak konvensional risiko dan keuntungan sering kali ditanggung oleh satu pihak saja sedangkan pada kontrak syariah risiko dan keuntungan harus dibagi secara adil antara para pihak.
     Pinjaman dan pembiayaan pada kontrak konvensional dapat berupa pinjaman uang dengan bunga yang harus dibayar oleh peminjam. Investasi pada kontrak konvensional sendiri dapat dilakukan dalam berbagai instrumen termasuk saham, obligasu, dan derivatif tanpa memperhatikan kepatuhan syariah.Â
Sedangkan pinjaman dan pembiayaan pada kontrak syariah sendiri dapat berupa pembiayaan murabahah, di mana bank membeli barang dan menjualnya kepada nasabah dengan margin keuntungan yang tela disepakati. Alternatif lain adalah ijarah (leasing) di mana nasabah menyewa barang dari bank. Untuk investasi pada kontrak syariah dilakukan hanya dalam instrumen yang sesuai syariah seperti saham yang halal, sukuk, dan proyek yang tidak melibatkan aktivitas yang diharamkan seperti perjudian atau alkohol.
     Dengan memahami perbedaan-perbedaan ini, kita dapat melihat bahwa kontrak syariah tidak hanya berfokus pada aspek nlegal dan ekonomi, tetapi juga pada aspek moral dan etika sesuai dengan ajaran islam. Prinsip keadilan, kemaslahatan bersama, dan larangan eksploitasi menjadi landasan utama dalam setiap transaksi syariah. Hal ini memastikan bahwa semua pihak yang terlibat mendapatkan manfaat yang adil dan seimbang serta terhindar dari praktik yang merugikan atau tidak etis.Â
    Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H